Oleh: Sugengwaras
NEGARA TEGAK karena hukumnya tegak, hukum tegak karena awak hukumnya tegak dalam menjalankan tegaknya KUHP
Semoga para awak hukum yang terus dan tetap menegakkan tegaknya KUHP, senantiasa dijamin dan dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kelak akan disorgakan dialam akhirat !
Ironis memang, begitu mulyanya kedudukan bapak / ibu ketua hakim yang mulya didalam majelis persidangan saat bersama sama dan berhadapan dengan para anggota hakim, jaksa dan korban ( terdakwa, tersangka, tertuduh, terduga ) dan para saksi
Makna yang mulya ini karena amanat dan tugas yang dibebankan kepadanya, untuk dijalankan secara benar, adil, bermartabat dan beradab
Yang mulya juga bermakna marwah, karakter dan wibawa yang seharusnya melekat dan terpatri di kepala dan dadanya dalam memegang dan mempedomani sumpah jabatanya
Secara manusiawi kita sadar, sulit untuk bisa memutuskan yang berkebenaran dan berkeadilan, karena faktanya hingga saat ini sesuatu yang benar belum tentu dirasa adil dan apa yang adil belum tentu dirasa benar
Namun garis garis kebenaran secara hukum harus tetap menjadi pilihan dalam mengambil keputusan
Garis garis inilah yang harus dipedomani tanpa pengaruh pihak pihak manapun yang mencerminkan independence hukum
Namun...apa yang terjadi ?
Inilah suatu fakta yang terjadi, yang saya alami, ikuti dan rasakan beberapa waktu lalu baik jalanya persidangan di tingkat Mahkamah Konstitusi maupun tingkat Pengadilan Negeri
Fenomena kebengisan dan liarnya hakim dan jaksa serta nasib korban tersangka, terdakwa dan tertuduh yang tidak berdaya, meskipun kebengisan dan liarnya jaksa dan hakim bukan dicerminkan dari kata kata dan pertanyaan, namun pada keputusanya
Posisi hakim adalah netral, pengendali dan pengarah jalanya mekanisme persidangan agar lancar, tertib dan aman, yang menjamin kebebasan yang bertanggung jawab, kepada pemohon dan termohon, atau pelapor dan terlapor
Apa lagi pada sidang terbuka yang dihadiri, dilihat dan didengar para hadirin
Sidang gugatan praperadilan Ruslan Buton di PN Jakarta Selatan, dalam kasus audio suara Ruslan Buton terkait permohonan mundur presiden Jokowi adalah contoh persidangan dagelan, ludrukan dan permainan yang menggelikan sekaligus menjijikkan !
Saya, Sugengwaras, purnawirawan TNI ad, jabatan terakhir 2 tahun kepala dosen dan 2 tahun Direktur Pendidikan di Sesko TNI yang merupakan lembaga pendidikan tertinggi di TNI
Merasa kaget dan kecewa atas keputusan Hakim Tunggal dalam persidangan pra peradilan di PN Jakarta Selatan
Saya tidak membatasi posisi saya sebagai saksi fakta, tapi saya berpikir dan berwacana sebagai warga negara yang taat hukum dan masyarakat intelektual
Menilai :
Hakim tunggal yang memimpin jalanya persidangan pra peradilan kasus Ruslan Buton, tidak profesional dan sepatutnya diberhentikan dari jabatan / profesinya, karena telah mengambil keputusan secara tidak adil dan tidak benar, serta mengabaikan nilai nilai yang disaksikan pada saat proses jalanya persidangan
Saya berani menduga, hakim ini telah melanggar dan menyimpang dari sumpah jabatanya dan memanfaatkan kewenangannya secara semena mena dan sewenang senang
Hakim tunggal ini, seharusnya mengambil dari fakta fakta hukum, selama proses persidangan, netral, mendengar dan menampung segala apa yang disampaikan oleh termohon atau pemohon dengan sebaik baiknya dan sejujur jujurnya
Saya tidak ungkap secara detail atau garis besar fakta fakta itu, karena sudah pernah saya muat dalam tulisan saya sebelumnya
Saya menilai kesewenang wenangan hakim ini, telah merugikan dan mengorbankan salah satu pihak
Saya tidak tahu apakah ini kemampuan ataukah sebuah pesanan atau korban sandraan
Singkatnya, jika tidak ada perubahan atau peninjauan kembali terkait keputusan hasil pra peradilan Buton yang logikanya dan seharusnya membebaskan murni tanpa syarat kepada Ruslan Buton, ternyata berbanding terbalik
Oleh karenanya, demi kebenaran dan tegaknya hukum di negeri ini
Dengan hormat saya tantang Hakim tunggal yang mengetuai pada persidangan praperadilan Ruslan Buton, untuk berhadapan dengan saya, secara terbuka boleh dalam TV atau sarana apapun, yang bisa dimonitor dan dilihat oleh seluruh warga, untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, bukan untuk mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah
Wahai hakim yang Mulya, dengan hormat penuhi tantangan saya ini, agar tepat siapa yang harus dipenjarakan diantara kita !
MERDEKA...!!!
ALLAHU AKBAR....!!!
Penulis adalah Purn TNI AD mantan Kepala Dosen, Direktur Pendidikan di Sesko TNI, Ketua APIB Jabar dan Pemerhati Pertahanan dan Keamanan NKRI.(bh/mnd)
|