JAKARTA, Berita HUKUM - Pemerintah akan mengkaji ulang kebijakan pembatasan impor hortikultura sesuai dengan supply and demand, menyusul melambungnya tingkat inflasi Februari tahun ini (0,75%) yang diduga terkait dengan ketentuan pembatasan impor hortikultura itu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, pengkajian ulang terhadap batasan impor hortikultura itu tentu dengan tujuan agar tidak menekan inflasi. Pasalnya, beberapa produk hortikultura saat ini terindikasi memberikan peranan yang signifikan sebagai pendorong inflasi, seperti bawang putih.
�Kita larang impor bawang putih, padahal produksi bawang putih di dalam negeri hanya sebesar 5 persen. Kalau bawang putih disumbat maka harga naik dan akan menghambat daya beli masyarakat, karena kita ini produsen bawan merah bukan bawang putih,� kata Hatta di Jakarta, Selasa (5/3).
Ia menyebutkan, pada Februari lalu kontribusi bawang putih terhadap inflasi tercatat sebesar 16 persen, jauh di atas kondisi normal akibat minimnya suplai.
Mengenai bawang merah, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyebutkan Indonesia adalah petani bawang merah. Jika impor dilakukan, menurutnya itu adalah sesuatu hal yang kelewatan.
Hatta menyatakan bawang merah adalah komoditi yang tidak layak untuk diimpor. Apalagi mengingat komposisi petani dan produksi yang mencukupi kebutuhan konsumsi. "Kalau bawang merah mau di-impor kan kelewatan betul orang kita banyak," ujarnya.
Hatt menegaskan kondisi produksi bawang merah dan bawang putih sangat berbeda. Bawang putih menurutnya mencatatkan produksi yang rendah. "Petani kita itu petani bawang merah bukan putih," ucanya.
Menko Perekonomian menegaskan, prinsip kebijakan hortikultura ada 3 (tiga), yaitu konsisten menjaga swasembada, meningkatkan nilai tukar pertani, dan menjaga keseimbangan supply and demand. �Kalau tidak cukup maka impor sedikit dibuka tetapi tetap meningkatkan produksi. Kita harus tetap melindungi petani kita,� tutur Hatta.
Lebih lanjut, Hatta menjelaskan agar setiap kebijakan teknis dikeluarkan secara hati-hati dan melakukan koordinasi dengan Menko Perekonomian, karena dampak dari kebijakan itu bukan hanya pada satu sektor tetapi menyeluruh. "Tapi jangan dikatakan policy kok berubah lagi. Itu tidak berubah," tukas Hatta.(wid/es/skb/bhc/rby) |