MANILA, Berita HUKUM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima penghargaan The World Statesman Award dari World Economic Forum (WEF) dalam pertemuaan WEF on Asia Timur di Hotel Shangri-la, kawasan perdagangan Makati, Manila, Filipina, Jumat (23/5). Penghargaan diberikan langsung oleh pendiri dan pemimpin WEF Prof. Klaus Schwab disaksikan oleh seluruh peserta World Economic Forum on East Asia.
Penghargaan ini diberikan karena peran dan kontribusi Presiden SBY terhadap kemajuan ekonomi Indonesia dan kontribusi di berbagai dialog internasional. Pemimpin WEF, Prof Schwab menyampaikan periode Presiden SBY sebagai Masa Emas Indonesia dimana perekonomian tumbuh tercepat diantara anggota G20
Dalam sambutannya, SBY yang akan mengakhiri masa jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada Oktober mendatang itu, mengaku merasa terhormat dengan penghargaan yang diberikan oleh WEF itu, dan ia menerima penghargaan itu sebagai wakil dari seluruh rakyat Indonesia.
“Saya menyadari bahwa pada akhirnya sejarah akan menilai masa kepresidenan saya, dengan penghargaan ini saya berharap akan baik bagi (penilaian) masa jabatanku,” kata SBY.
Menurut Presiden SBY, di tengah gejolak politik, ketidakpastian ekonomi, ketegangan strategis, Indonesia menunjukkan prestasi yang menggembirakan, yakni masuk dalam kelompok ekonomi triliunan dollar, dan anggota G-20.
Menurut Kepala Negara, Indonesia telah membuktikan bahwa demokrasi, Islam, dan modernisasi dapat berjalan berdampingan. “Indonesia juga telah membuktikan bahwa Indonesia tidak harus memilih untuk mengedepankan antara demokrasi dan pertumbuhan, karena kebebasan politik dan pencapaian pertumbuhan ekonomi dapat secara bersamaan dicapai Indonesia” ungkap Presiden.
Presiden percaya bahwa kepemimpinan sangat penting dan kunci untuk mewujudkan kemajuan. Kepemimpinan tersebut mengacu kepada pemimpin yang memiliki keberanian dan kreatifitas untuk membuat perbedaan untuk masyarakatnya. “Karena itu, dunia membutuhkan kepemimpinan mengingat tantangan global di depan kita tidak akan cukup bila ditangani dengan cara konvensional” kata Presiden meyakinkan.
Dunia, lanjut SBY, membutuhkan semangat keteladanan untuk menjawab tantangan di era ini. Sebuah tekad untuk menantang asumsi-asumsi lama , mendobrak batasan-batasan dan masuk ke wilayah baru. Ini adalah roh yang mendorong Indonesia membantu memecahkan kebuntuan dalam negosiasi iklim PBB dengan 26 % sampai dengan formula 41 %. Dengan semangat yang sama, konflik 30 tahun di Aceh akhirnya dapat terselesaikan dengan damai pada 2009.
Presiden menegaskan, dalam era globalisasi dimana banyak ditemukan perbedaan kepentingan lokal, nasional dan global, kita harus mulai menghilangkan kata “kita” dan “mereka”. “Kesamaan harus lebih dikedepankan daripada perbedaan, dan memprioritaskan kepentingan bersama untuk masa depan daripada perbedaan di masa lalu” ujar Presiden.
Pada akhir sambutannya, Presiden SBY memperingatkan bahaya dehumanisasi di tengah perubahan yang sangat cepat abad 21. Dimensi kemanusiaan harus menjadi jiwa dari setiap tindakan atau kebijakan. “Kita harus melanjutkan pembangunan yang menghormati martabat manusia, merangkul politik yang mengedepankan kebebasan, serta membangun dan menggunakan mesin yang mengedepankan kemanusiaan,” ucap Presiden SBY seraya melanjutkan, kita harus mewujudkan pendidikan yang menyuburkan jiwa kemanusiaan, dan melibatkan masyarakat yang mendorong semangat kemanusiaan.
Penyerahan penghargaan The World Statesman Award itu dihadiri oleh Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, Menlu Marty Natalegawa, Menteri Perdagangan M. Lutfi, Menteri Keuangan M. Chatib Basri, dan Mendikbud Mohammad Nuh.(Setkab/TJI/GMD/ES/bhc/sya) |