JAKARTA, Berita HUKUM - Ahli hukum tata negara dan pengamat politik Indonesia Refly Harun menilai seharusnya tidak usah mengeluarkan Perppu, karena kegentingannya belum ada sejauh ini, kalau misalnya hari ini ada kondisi yang tidak bisa dielakkan lagi baru perlu Perppu, "Saran saya bikin UU saja, bukannya perubahan UU MD 3 dan perubahan UU Pilkada Cepat. Membuat Legislasi yang benar saja. Karena tidak genting " kata Reflly Harun, kepada BeritaHUKUM.com di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat malam (20/3).
Menurut Refly Harun, pembuatan undang-undang tidak membutuhkan waktu yang lama. Contohnya dalam perumusan perubahan UU MD 3, dan perumusan perubahan UU Pilkada termasuk dalam kalangan legislatif bersama eksekutif mampu menyelesaikan dengan waktu yang relatif cepat.
Pernyataan Refly terkait usul Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhi Purdjiatno, maupun menanggapi usul pembahasan dari juru bicara BNPT Irvan Idris yang ingin membahas juga agar Presiden menerbitkan Perppu, untuk menindak kelompok yang mendeklarasikan diri mendukung ISIS. Menurut Refly, apabila pemerintah ingin mengantisipasi terkait keterlibatan warga negara Indonesia (WNI) dalam organisasi radikal itu, maka sebaiknya diatur
melalui undang-undang biasa, bukan Perppu. Karena kondisi sekarang belum genting.
"Jadi jawaban saya aturan mengenai ISIS sebaiknya dibuat dengan legislasi biasa saja, selama masih bisa dengan legislasi biasa mengapa harus menerbitkan Perppu," tambah Refly, yang baru ditunjuk untuk menjabat Komisaris Utama di Jasa Marga.
Sementara itu, menanggapi polemik permasalahan terkait ISIS ini, "dengan kita bernegara sudah jelas pada sila ke 3 (Pesatuan Indonesia), dengan adanya Ideologi menolak Prinsip dasar ideologi Pancasila. Sudah pasti tidak boleh berdiri dan berkembang," jelas Yanuar Prihatin, dari Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ikut memberikan komentarnya.
Untuk ke depannya nanti perlu ada aturan dimana dan bagaimana tentang paham yang bertentangan dengan Pancasila. "Harus di "clear" (perjelas) kan; karena semenjak reformasi muncul banyak ide-ide, paham, ideologi, ajaran yang macam-macam menolak Pancasila. Namun Ideologi tersebut berkembang.
"Namun, negara boleh memberikan batasan, negara mana saja yang dikunjungi di saat kondisi tertentu. Untuk sekolah dan pendidikan "travel warning" ke beberapa negara dengan alasan kesehatan, ideologi, dan lain lain," tandasnya.(bh/mnd) |