JAKARTA, Berita HUKUM - Keputusan Pemerintah pada tanggal 28 Maret 2015 lalu untuk memutuskan melakukan kenaikan harga BBM jenis Bensin Premium dan Solar yang naik masing-masing Rp 500 per liter dari harga lama. Keputusan kenaikan harga dengan alasan disebabkan perkembangan harga minyak dunia. Terkait hal itu, Ketua Majelis Permusyawarakatan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan mengkritisi kebijakan Pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang dituding tidak sesuai dengan UU yang ada.
Harga minyak untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali untuk premium menjadi Rp 7.400 dan Solar menjadi Rp 6.900. Sementara untuk harga di luar Jawa, Madura dan Bali untuk Solar Rp 6.800, sementara premium menjadi Rp 7.300,-.
Zulkifli Hasan Ketua Majelis Permusyawarakatan Rakyat (MPR) mengatakan, "Menurut UU harus disubsidi mengenai BBM, karena itu Pemerintah harus hati-hati. Jangan sampai BBM ikut harga pasar. Kalau BBM mengikuti harga pasar, namanya pemerintah potensi melanggar Undang-undang," tegas Ketua MPR RI, yang juga sebagai komandan baru dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang baru bulan lalu Zulkifli memenangkan pemilihan untuk menduduki posis Ketua Umum PAN yang baru periode 2015-2020.
Seperti kita ketahui, MPR sebagai Lembaga tinggi negara berhak mengingatkan pemerintah terkait kebijakan yang diambil, walaupun penentuan kebijakan merupakan hak Pemerintah.
Mantan Menteri Kehutanan itu juga mengingatkan tentang keputusan dengan kebijakan yang telah diputuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 20 Maret 2015, telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 diubah dari Rp 116.650.000,- (seratus enam belas juta enam ratus lima puluh ribu rupiah) naik menjadi sebesar Rp 210.890.000,- (dua ratus sepuluh juta delapan ratus sembilan puluh ribu rupiah). Adanya kenaikannya sebesar Rp. 94.240.000,- atau kenaikan tunjangan Uang Muka Pembelian Kendaraan Perorangan Pejabat Negara jika dalam persentase naik sebesar 80 persen.
"Uang muka untuk mobil pejabat, tentu itu mengganggu rasa keadilan rakyat. Masyarakat kita dimana-mana sedang begitu sulit hidupnya." jelas Zulkifli, saat ditanya pewarta BeritaHUKUM.com di kawasan Senayan pada, Sabtu malam (4/4) usai menghadiri acara Perayaan HUT ke-31 Peradah (Perhimpunan Pemuda Hindu) Indonesia yang diadakan di Teater Wisma Kemenpora Jl. Gerbang Pemuda No. 3 Senayan, Jakarta.
"Akibat kenaikan harga-harga, baik harga Gas, BBM, Tarif listrik, Tarif Kereta Api dan lain-lain. Terhimpit hidup mereka. Sebagian besar di pedesaan, daerah-daerah juga merasakan. Kalau ada 200 juta rupiah uang muka untuk pejabat membeli mobil tersebut, tentunya harusnya dihapuskan." tandasnya.(bh/mnd)
|