JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Setelah sempat mangkir dari pemeriksaan, akhirnya Giri Suryatmana memenuhi panggilan tim penyidik Bareskrim Polri. Ia dimintai keterangan sebagai tersangka kasus dugaaa korupsi pengadaan alat bantu belajar-mengajar Kemendiknas pada 2007 yang bernilai Rp 146 miliar.
Ia mendatangi gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (7/10), dengan didampingi dengan kuasa hukumnya. Kehadirannya sendiri tidak diketahui wartawan, sehingga tidak ada komentarnya atas pemeriksaannya itu. Tim penyidik pun hanya memeriksanya beberapa jam, karena ada permintaan dari tersangka untuk menghadiri suartu kegiatan yang telah dijadwalkannya itu.
Dipenuhinya permintaan tersangka Giri Suryatmana itu, didasari alasan yang bersangkutan bersikap kooperatif dan berjanji akan memenuhi panggilan kembali. Begitu pula dengan sikap penyidik yang hingga kin belum mau melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan tersebut.
"Tak ada rencana untuk melakukan penahanan GS. Pemeriksaannya belum selesai, dia akan diperiksa kembali untuk melengkapi pemeriksaan. Tapi belum tahu jadwal pemeriksaan berikutnya," kata Kadiv Humas Polri, Irjen (Pol) Anton Bachrul Alam kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (7/10).
Dalam kasus ini, ungkap Anton, penyidik Polri telah memeriksa 60 saksi. Mereka berasal dari pihak perusahaan rekanan, pengusaha, panitia lelang, hingga pejabat Kemendiknas terkait. Tapi belum bisa memastikan, apakah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin akan diperiksa, mengingat PT Anugrah Nusantara, perusahaan miliknya itu termasuk dalam daftar perusahaan rekanan. “Kami belum tahu. Tunggu saja perkembangannya,” ujar dia.
Sebelumnya, tim penyidik menetapkan Giri Suryatmana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi atas proyek pengadaan alat bantu belajar mengajar Kemendiknas Tahun Anggaran 2007 senilai Rp 146 miliar. Polri belum bisa memastikan jumlah kerugian negara akibat korupsi proyek ini, karena masih dalam penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Saat proyek ini berjalan, Giri menjabat sebagai Sesdirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Kemendiknas. Ia diduga merekayasa dan menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung perusahaan yang akan menjalankan proyek itu. Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat UU Pemberantasan Korupsi.
Hotel Joko Tjandra
Pada bagian lain, Anton menjelaskan, Mabes Polri dan Polda Bali tengah menelusuri kebenaran informasi buron Joko Tjandra membangun hotel mewah. Polri telah mengirim 10 petugas ke Bali, sejak Kamis (6/10) kemarin, untuk melakukan investigasi cara Joko Tjandra yang tengah menjadi buronan internasional itu bisa membangun hotel mewah tersebut.
"Mabes Polri sudah mengirim tim ke Bali. Kami perlu melakukan pengecekan, apakah ada atau tidak (keterlibatan Joko Tjandra dalam membangun hotel tersebut). Kalau ada, bagaimana cara dia membangun. Tunggu saja hasil investigasi tim Mabes Polri yang dibantu Polda Bali," jelasnya.
Sebelumnya, beredar informasi mengenai buronan kelas kakap Joko Soegiarto Tjandra yang dilaporkan membangun hotel mewah bernama Hotel Mulia Resort di Pantai Geger, Bali. Pembangunan itu mendapat protes dari masyarakat yang tergabung dalam Elemen Masyarakat Anti Korupsi Bali dengan mendatangi Gedung DPRD Bali.
Informasi bahwa Joko Tjandra membangun hotel mewah di Bali datang dari Ketua Komisi I DPRD Bali, Made Arjaya, pada 30 September 2011. Kepastian informasi itu didapatnya, setelah Ketua Pansus Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali Wayan Disel Astawa dan Arjaya menggelar sidak ke lokasi pembangunan hotel pada 29 September 2011.
Arjaya mengungkapkan Hotel Mulia dibangun buronan. Dia membangun Hotel Mulia seluas 26 hektar di Desaa Peminge, Sawangan, Kuta Selatan. Hotel milik buronan yang kabur ke Singapura itu dibangun PT. Mulia Graha Tata Lestari. Hotel Mulia telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor 44 Tahun 2011 yang dikeluarkan Pemkab Badung pada 29 Maret 2011. Saat disidak, diketahui ratusan pekerja masih melakukan proses pembangunan hotel tersebut.(tnc/bie)
|