JAKARTA, Berita HUKUM - Para warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi. Sidang pertama permohonan yang diregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 2/PUU-XI/2013 ini digelar pada Senin (21/1).
Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya Ibnu Setyo mengungkapkan bahwa hak konstitusionalnya yang dijamin Pasal 28H UUD 1945 terlanggar dengan berlakunya Pasal 22 ayat (1) dan (5) UU Pemilu tersebut. Menurut Ibnu, Para Pemohon membuat sebuah petisi untuk mendukung tuntutan pembentukan Dapil khusus luar negeri bagi pemilih yang berdomisili di luar negeri. Hal tersebut karena, lanjut Ibnu, setiap pelaksanaan pemilihan umum, hak suara yang dimiliki oleh Para Pemohon selalu dimasukkan sebagai perolehan suara Dapil Jakarta II.
“Lahirnya pasal dan frasa dalam UU a quo yang tidak mencantumkan adanya Dapil Luar Negeri telah menyebabkan kerugian atau paling tidak menimbulkan potensi kerugian konstitusional Param Pemohon, karena tidak secara khusu terwakili kepentingannya sebagai WNI yang berdomisili di luar negeri dalam keterwakilan di DPR RI,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar.
Ibnu menjelaskan konsekuensi dari hak untuk memilih adalah keterwakilan secara adil dalam Pemerintahan khususnya oleh wakil rakyat di DPR RI. Namun kesamaan kedudukan dan hak untuk diwakili dalam pembentukan daerah pemilihan yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UU Pemilu. “Ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1) UU a quo tidak mengakomodasi secara khusus keberadaan pemilih di luar negeri yang secara de facto tidak berdomisili di provinsi atau kabupaten/kota sebagaimana disebutkan dalam pasal a quo,” jelas Ibnu yang mewakili 31 perseorangan WNI yang berdomisili di luar negeri.
Majelis Hakim Konstitusi yang juga terdiri dari Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim memberikan saran perbaikan permohonan kepada para pemohon. Akil meminta agar para pemohon menguraikan kerugian konstitusional yang dialaminya karena sebenarnya hak para pemohon untuk memilih wakilnya telah terakomodasi dengan keberadaan pasal ini. “Pemohon juga harus memperbaiki pasal yang dijadikan sebagai batu uji dalam UUD 1945,” ucapnya.
Sementara itu, Hamdan Zoelva meminta agar Para Pemohon memerhatikan kepentingan adanya dapil luar negeri karena perbedaan kepentingan politik. Kemudian, Hamdan juga mempertanyakan hak konstitusional pemohon yang dirugikan dengan ketiadaannya dapil luar negeri. “Belum adanya Dapil luar negeri apakah menyebabkan Para Pemohon kehilangan hak konstitusional dalam memilih wakilnya? Ini yang perlu dielaborasi lebih jauh mengenai falsafah dapil,” paparnya.
Sidang berikutnya beragendakan perbaikan permohonan digelar usai para pemohon memperbaiki permohonan. Para pemohon diberi waktu 14 hari kerja untuk memperbaiki permohonannya.(la/mk/bhc/opn) |