JAKARTA, Berita HUKUM - Perempuan memiliki banyak peran dalam ranah privat dan sosial. Melalui pendekatan fungsi dan peran perempuan, KPK mengkampanyekan pesan antikorupsi.
Siti Rohanah merupakan ibu muda beranak dua, yang bermukim di utara Jakarta. Meski tak mengecap pendidikan tinggi, ia tetap berpikiran terbuka dan menyadari perannya sebagai pendidik bagi buah hatinya.
Rohanah mendidik kedua anaknya untuk berkata dan bertindak jujur. Misalnya, ketika kedua anaknya bertengkar, Rohanah melerai dan meminta penjelasan mereka. Rohanah pun mengingatkan agar keduanya menjawab jujur dan jika bohong akan berdosa.
“Nah pada saat itu kita kasih pengertian pada si anak, jawab jujur ya. Enggak boleh bohong, nanti kalau bohong dosa loh,” katanya.
Begitupun ia juga mengingatkan sang suami, Eka Suhartono yang bekerja sebagai karyawan swasta, agar bekerja dengan jujur dan tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya.
“Contohnya kalau ada kerjaan di kantor, suami lagi ada progress baru, setelah selesai, biasanya suka ada yang kasih amplop. Saya sarankan kepada suami, jangan diterima. Karena sebanyak apapun isinya enggak berkah buat keluarga,” kisah Rohanah.
Yang dilakukan Rohanah, ternyata juga tercermin dalam baseline study Pencegahan Korupsi Berbasis Keluarga oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan, KPK pada 2013. Kajian itu menunjukkan peran ibu cenderung lebih dominan di dalam keluarga. Tak hanya pada ibu pekerja, melainkan juga ibu rumah tangga.
Hasilnya, sebanyak 43 persen keluarga menganggap peran ibu paling dominan untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Sisanya, sebanyak 41 persen menganggap sosok pendidik dan pengasuh, adalah kedua pasangan suami-istri.
Para ibu berpendapat, ada tiga fungsi paling utama dalam keluarga, yakni Saling memberi kasih sayang dan memberi dukungan emosional sebanyak 30 persen; Pemenuhan kebutuhan seluruh anggota keluarga termasuk sandang, pangan, dan papan sebanyak 21 persen: serta Penanaman nilai-nilai kepada anak sebanyak 17 persen.
KPK mempusatkan kajian pada Kota Yogyakarta dan Solo dengan jumlah responden sebanyak 1.206 orang yang dipilih secara acak bertingkat. Jumlah sampel masing-masing kota sebanyak 201 keluarga yang terdiri dari responden ayah, ibu dan anak, masing-masing 201 orang. Total responden dalam satu kota yakni 603 responden.
Hasil survai itu menyadarkan KPK untuk melakukan pencegahan korupsi melalui perempuan. Peran perempuan di tiga ranah; sebagai istri, ibu dan anggota lingkungan sosialnya, dinilai sangat efektif dalam menyebarkan nilai-nilai antikorupsi.
Maka, tak heran kalau keseriusan itu ditunjukkan dengan meluncurkan Program Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) sejak 2014. Kini setahun program SPAK sudah menjadi gerakan nasional dan merambah ke pelosok Indonesia.
Sebanyak 200 fasilitator terekrut. Salah satu agen SPAK, Ema Husain mengatakan gerakan ini sangat menarik dan elegan. Dikemas dengan berbagai bentuk media yang unik, dan perangkat yang berbeda. Sehingga membuat para perempuan tertarik untuk mengikutinya.
Bagi pegiat LBH Makassar ini, kesuksesan gerakan ini diawali dari diri sendiri. Kemudian, secara otomatis akan menular kepada anggota keluarganya yang lain. Memang bukan urusan membalik telapak tangan. Tapi Ema mengaku bisa melakukannya dari hal-hal sederhana.
“Misalnya, memberikan hadiah kepada guru, mempercepat proses pembuatan KTP, meminta pelayanan prioritas, hal itu saya hentikan karena merugikan orang lain,” ujarnya, seperti yang dilansir pada situs kpk.go.id pada, Rabu (5/8).
Kepada suaminya yang berprofesi pengacara, Ema juga kerap berdiskusi tentang mana yang boleh dan tidak boleh soal penanganan kasus atau soal upah di luar kontrak kerjanya. Sehingga, apa yang mereka terima, merupakan sesuatu yang halal dan baik bagi keluarganya.
Setelah menjalankan tugas istri dan ibu, Ema juga menjalankan tugas sosial. Ia kemudian menyebarkan pesan-pesan antikorupsi melalui sosialisasi dan edukasi di lingkungannya. Ia juga menggaet sebanyak mungkin perempuan untuk menjadi agen SPAK seperti dirinya. Bahkan, ia dan kawan-kawan di daerahnya, bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pendidikan antikorupsi di sejumlah sekolah.
“Ini gerakan moral. Mengajak orang kepada kehidupan antikorupsi adalah pekerjaan tanpa pamrih,” katanya.
Simak laporan lengkapnya tentang Gerakan “Saya Perempuan Anti Korupsi” di rubrik KHUSUS, Majalah Integrito edisi Maret-April 2015.(kpk/bh/sya)
|