JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang perkara dugaan suap cek perjalanan pemilihan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/9).
Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo dihadirkan sebagai saksi meringankan oleh pihak kuasa hukum Miranda.
Tjahjo didudukan di kursi saksi untuk memberikan klarifikasi soal keterangan mantan narapidana kasus cek perjalanan Agus Condro.
Agus mengatakan dalam suatu rapat Poksi Komisi IX DPR Tjahjo pernah berujar bahwa Miranda bersedia memberikan uang Rp 300 juta sampai Rp500 juta apabila memilih Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.
"Apakah Anda pernah bilang 'Miranda bersedia kasih Rp 300 juta tapi kalau minta Rp 500 juta dia juga tidak keberatan' dihadapan Agus Condro?" tanya kuasa hukum Miranda, Doddy Abdulkadir.
"Tidak pernah, karena dalam rapat Poksi semua orang datang", jawab Tjahjo.
Menurut Tjahjo, di rapat Poksi tersebut dia mengarahkan agar proses uji kepatutan dan kelayakan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 berjalan dengan adil dan proporsional.
"Arahan saya adalah fit and proper test fair dan proporsional. Abaikan masalah SARA dan keluarga", kata Tjahjo.
Dalam sidang perkara Senin (3/9), Ketua Majelis Hakim Gusrizal memberikan lampu hijau dan memerintahkan Jaksa Penuntut Umum KPK untuk menghadirkan Tjahjo pada hari ini.
"Meski tidak ada dalam BAP, tapi bisa dihadirkan menganggap saksi ini penting dihadirkan dalam sidang. Ini perintah dan ada urgensinya (kesaksian Tjahjo)", kata Gusrizal, seperti yang dikutip beritasatu.com pada, Kamis (6/9).
Sebelumnya, Agus Condro, mantan narapidana kasus ini, dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, mengatakan Miranda menyanggupi memberikan sejumlah uang jika terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.
Agus mengaku janji Miranda itu disampaikan oleh Ketua Fraksi PDIP saat itu, Tjahjo Kumolo dalam pertemuan di ruang rapat poksi Komisi IX. Selain dihadiri Agus dan Tjahjo, pertemuan itu turut pula dihadiri oleh Izedrik Emir Moeis dan Panda Nababan.(brs/bhc/opn) |