JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Meski sudah menghemat Rp 6 miliar dari sebelumnya Rp 20 miliar untuk renovasi ruang rapat Badan Anggaran (Banggar), tapi Ketua DPR Marzuki Alie masih belum puas. Pasalnya, proyek yang kini menjadi bernilai Rp 14 miliar atas rekomendasi Badan Kehormatan (BK) itu, dinilainya masih kemahalan.
"Ya, saya kira masih mahal Rp 14 miliar yang sudah dipotong Rp 6 miliar dari Rp 20 miliar itu. Saya kira masih mahal. Seharusnya masig dikurangi lagi, apa yang membuatnya masih mahal," kata Marzuki Alie kepada wartawab di gedung DPR, Jakarta, Kamis (2/2).
Menurut Marzuki, BK DPR seharusnya mengambil keputusan berani dengan merombak total ruang yang biaya renovasinya memakan biaya Rp 20 miliar. Penggantian kursi dan alat pengeras suara yang dapat menghemat hampir Rp 6 miliar itu, masih belum memuaskan.
Mestinya BK mengurangi anggaran dengan memangkas biaya spesifikasi yang paling menghabiskan banyak biaya dalam ruangan tersebut. "Mahal itu harus dikurangi apa yang membuat mahal. Kalau masih kemahalan harus dicari, agar biaya dapat ditekan serendah mungkin," jelas dia.
Terkait laporan BK yang akan disampaikan kepada pimpinan DPR atas hasil penyelidikan proyek Banggar tersebut, Marzuki menyatakan, pihaknya akan menunggu laporan tersebut. Dirinya pun belum mendapat bocoran apapun tentang siapa 'pemain' dalam proyek Banggar tersebut.
"Belum ada (laporan dari BK). Ya tunggu saja. Kalau dalam laporan BPKP memang ada fakta yang mengindikasikan mark up (Penggelembungan harga-red), harus dilanjutkan ke penegak hukum. Mungkin saja bisa dilanjutkan kepada KPK,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan, pimpinan Dewan mengharapkan BK segera melaporkan hasil penyelidikannya tentang indikasi pelanggaran kode etik dari proyek renovasi ruang Banggar DPR itu. "BK akan melaporkan beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan sejumlah pemeriksaan, tapi salah satunya terkait anggaran renovasi ruang Banggar," jelasnya.
Menurut dia, keputusan BK merupakan keputusan mengikat bagi anggota dewan dan juga pimpinan. Untuk itu, keputusan BK menjadi sah dan kuat, kalau sudah disetujui pimpinan DPR. “Proses pemeriksaan yang dilakukan BK DPR, saya lihat prosesnya sudah cukup transparan. Apalagi BK sangat serius melakukan penyelidikan proyek renovasi ruangan rapat Banggar tersebut,” ujar politisi PDIP ini.
Namun, lanjut Pramono, alat antisadap yang ada di ruangan rapat Banggar itu harus segera dicopot. Pasalnya, DPR tidak dibutuhkan alat seperti itu. "Saya rasa perlu dibersihkan. Tidak perlu alat anti sadap, pelacak, pengendus, pencium itu dipasang di DPR. Kalau di ruang pimpinan DPR saja tidak ada, tidak boleh ada ruang yang lebih canggih," papar dia.
Dalam ruang tersebut, juga dilengkapi sound system lengkap dengan wireles mic dan speaker. Selain itu juga dilengkapi tiga unit LCD besar buatan Korea Selatan seharga Rp 1,9 miliar. Ruang ini juga dilengkapi karpet impor dari AS seharga Rp 980 juta, kursi impor dari Jerman seharga Rp 4 miliar dan juga dilengkapi sistem lighting ratusan juta rupiah. BK DPR dipastikan akan mengungkap pemain ruang Banggar DPR.(dbs/rob)
|