JAKARTA, Berita HUKUM - Indonesia dinyatakan krisis radioisotop, khususnya berjenis Molybdenum (MO 99) dan Yodium 139 (I 131). Krisis telah sepekan terakhir dialami, hal itu disampaikan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Prof. Djarot Sulistio Wisnubroto kepada BeritaHUKUM, Jumat (21/11) usai jumpa pers.
Radioisotop merupakan hasil pengolahan Uranium dan dalam dunia kedokteran, isotop berfungsi untuk diagnosis penyakit dalam seperti kanker, ginjal hingga terapi kanker teroid.
Menurut Djarot, krisis disebabkan pada dua hal, yaitu penuaan alat yang dimiliki PT. Industri Nuklir Indonesia (Inuki) untuk menghasilkan isotop serta Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran.
“Saya meminta agar Kementerian BUMN segera menyelesaikan krisis istop. Cara pertama adalah subsidi dana pada alat produksi dan yang kedua terkait regulasi Nomor 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran. Jika direvisi atau UU ini dihilangkan, bisa jadi solusi agar tidak ada monopoli pada produksi isotop,” papar Djarot.
Dalam UU tersebut, Batan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian hanya ditugasi meneliti, mengembangkan dan mendayakan Iptek nuklir. Regulasi diserahkan pada Bapeten dan aspek bisnis dilakukan kementerian BUMN melalui Inuki.
Namun ketika krisis isotop terjadi, Inuki mengalamai penuaan alat. Dampaknya 15 rumah sakit berskala nasional mengalami krisis ketersediaan isotop. Dan inuki tidak mampu memproduksi seperti sedia kala.
“Sebenarnya kami dari pihak Batan mampu membantu dan menanganinya, namun dalam undang-undang kami dilarang khususnya terkait bisnis. Saya kira, jika tidak ada monopoli tentu hal ini (krisis) tidak terjadi,” imbuh Djarot.
Adapun sebanyak 15 Rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia kini sedang membutuhkan bahan baku radioistop berjenis MO 99 dan Yodium 131. Selain Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta, Rumah sakit Hasan Sadikin di Bandung mengimpor isotop dengan nilai 28 juta rupiah per 400 milicurrie. Padahal harga yang dijual oleh Inuki kurang dari setengah nilai harga impor.(bhc/mat)
|