SURABAYA, Berita HUKUM - Penjahat kembali merajalela menjelang pergantian tahun. Kemarin sore (30/12) enam perampok menyatroni kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Wonocolo Dispenda Surabaya di Jalan Jemursari Utara V/11. Pelaku yang menodongkan senjata api (senpi) dan parang berhasil membawa kabur uang Rp 388 juta.
Perampokan terjadi sekitar pukul 15.25. Pelaku mengendarai tiga motor dengan berboncengan. Mereka mengenakan penutup kepala serta membawa senjata tajam dan pistol.
Sore itu tiga pegawai mengambil uang ke kantor dispenda di Jalan Jimerto. Mereka adalah Isbaniyah dan Miftah (pegawai TU) serta Aditya (sopir outsourcing).
Uang yang dibawa Rp 788,522 juta. "Keterangan sementara, itu uang insentif untuk pegawai," kata Kapolsek Wonocolo Kompol Naufil Hartono di lokasi kejadian.
Uang tersebut dibungkus dalam dua tas. Satu tas berisi Rp 400 juta dan satunya Rp 388,522 juta. Tidak ada pengawalan dari polisi saat mengambil uang dengan menaiki mobil dinas Avanza bernopol L 1801 CW itu.
Setiba di depan kantor, mobil dinas tersebut berhenti tepat di depan pintu gerbang yang terhubung langsung dengan kasir. Anehnya, enam orang perampok sudah menunggu di dekat pintu masuk. Namun, tidak ada yang curiga bahwa mereka perampok yang menunggu kedatangan uang.
Isbaniyah membuka pintu mobil dan membawa satu tas berisi Rp 388,522 juta. Saat berjalan ke arah kasir, seorang pelaku berlari ke arahnya seraya mengacungkan parang. Korban berlari, namun pelaku langsung merebut tas tersebut. Isbaniyah pun tak bisa berkutik. Termasuk pegawai lain, tak berani bertindak.
Pada waktu yang sama, seorang perampok lainnya mengetuk-ngetuk pintu kaca mobil. Karena takut, Aditya pun membukanya. Perampok lantas menodongan pistol ke kepala Aditya seraya meminta dia tidak berbuat macam-macam. Padahal, di mobil itu masih ada uang satu tas berisi Rp 400 juta yang tidak diketahui perampok. "Kami masih dalami keterangan ini. Apa benar ditodong dan siapa saksinya," ucap Naufil.
Setelah merebut tas, para pelaku langsung kabur. Aditya sempat berteriak. Ada saksi yang sempat melihat seorang anggota polisi berseragam sabhara melintas dan berusaha mengejar. Namun, tidak jelas dia dari kesatuan mana.
Sebenarnya, kantor pajak itu tidak jauh dari poskamling yang jaraknya hanya satu rumah. Saat itu pun pos tersebut berisi petugas satuan pengamanan (satpam). Namun, tidak diketahui mengapa mereka tidak mengejar pelaku. Padahal, lokasi kantor yang masih mengontrak tersebut boleh dibilang nyelempit. Kantor itu berada di dalam permukiman yang bentuknya mirip perumahan dengan sistem pengamanan satu pintu.
Polisi menemukan sejumlah kejanggalan. Salah satunya, pelaku sudah berada di lokasi kejadian sebelum uang itu datang. Kuat dugaan, ada orang dalam yang membocorkan informasi tersebut. Selain itu, pelaku berhasil kabur meski berada di kompleks permukiman yang hanya ada satu pintu keluar.
Dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Naufil enggan berandai-andai. "Biar kami tuntaskan dulu penyelidikannya," kata dia. Kemarin sore dua orang sudah diperiksa polisi. Sampai berita ini ditulis, pemeriksaan itu belum selesai.
Mantan Kapolsek Rungkut tersebut menyayangkan sikap pemkot yang tidak meminta bantuan pengawalan. Dia mengaku tidak tahu alasannya. Naufil mencatat, sudah tiga tahun ini kantor itu tidak pernah meminta bantuan polisi untuk mengawal saat membawa uang besar.
Padahal, sesuai dengan standard operating procedures, membawa uang dalam jumlah besar harus dikawal polisi untuk menghindari jadi korban kejahatan. "Padahal, permintaan pengawalan itu gratis. Dan kami siap mengawal kalau diminta," tegasnya, seperti dikutip jpnn.com.
Polisi belum bisa memintai keterangan Miftah yang merupakan istri mantan Ketua DPRD Surabaya Musyafak Rouf. Saat kejadian, dia menelepon suaminya dan langsung datang. Sampai kemarin sore korban masih trauma sehingga belum bisa dimintai keterangan oleh polisi.(eko/mas/nw/jpnn/bhc/rby) |