JAKARTA, Berita HUKUM - UU Pemilu Legislatif kembali dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji terkait norma yang mewajibkan setiap partai politik yang akan menjadi peserta pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD harus melalui tahap verifikasi. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI) Damianus Taufan mengajukan pengujian Pasal 8 ayat 2, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17 UU Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD terhadap pasal 22 A, pasal 22 E ayat 3 dan pasal 22 E ayat 5 UUD 1945.
Dalam permohonan setebal 33 halaman yang dibacakan dihadapan majelis hakim yang dipimpin M. Akil Mochtar, Horas Naiborhu selaku Dewan Pembina bidang Hukum Partai SRI mengatakan, berlakunya UU Pemilu Legislatif tersebut telah bertentangan dengan konstitusi karena memberi kewajiban kepada partai politik yang akan menjadi peserta pemilu harus mengikuti proses verifikasi administrasi dan faktual yang digelar KPU.
“Padahal sesuai dengan UU partai politik, maka setiap parpol yang telah berbadan hukum menurut Keputusan Kemenkumham, secara otomatis berhak diikutsertakan dalam konstestasi pemilu,” urai Naiborhu didampingi segenap jajaran pengurus teras Partai SRI, Senin (3/6). Menurutnya, sebelum disahkan menjadi badan hukum, partai politik sesungguhnya telah menempuh proses verifikasi yang menurut UU dilakukan oleh Kemenkumham untuk menentukan kelayakan partai politik yang bersangkutan untuk ditetapkan sebagai badan hukum.
Demikian juga halnya dengan berpijak pada aturan yang tertera dalam UUD 1945, Partai SRI berkeyakinan setiap partai yang telah ditetapkan berbadan hukum oleh Kemenkumham, berhak sepenuhnya untuk ikut dalam pemilu, namun keharusan KPU melakukan verifikasi pada setiap parpol, seakan menempatkan KPU lebih tinggi dari konstitusi, dengan memiliki atribusi kewenangan yang tidak seharusnya yakni melakukan verifikasi.
“Keharusan KPU melakukan verifikasi seolah menempatkan KPU lebih tinggi dari UUD 1945, karena apa yang telah diatur UUD 1945, masih memerlukan ketetapan KPU,” ujar Narborhu. Idealnya, setiap partai politik yang telah berbadan hukum, diberi hak untuk menjadi peserta pemilu. “Apakah hak itu akan digunakan atau tidak, itu soal lain. Yang terpenting, jangan ada pembatasan keikutsertaan dalam pemilu,” tukasnya singkat.
Berpolitik adalah Hak Dasar
Dijumpai Media MK usai sidang perdana di Ruang Pleno MK, Daminanus Taufan meminta agar pemerintah tidak bersikap represif dengan menerbitkan UU yang mengekang kebebasan warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam dunia politik. Di alam demokrasi saat ini, sudah seharusnya pemerintah memberikan keleluasan bagi masyarakat untuk menggunakan hak politiknya. “Sekarang bukan jamannya orde baru, dimana pemerintah bisa memaksakan hanya ada 3 partai. Cuma di Indonesia, yang menerapkan pembatasan keikutsertaan parpol di pemilu. Ini yang harus kita rubah,” tandasnya.(jlt/mk/bhc/opn) |