JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Suami terdakwa Ruqayyah binti Husein Luceno alias Fatimah Zahra (31), Umar Patek (41) secara terus terang mengakui bahwa dirinya bertanggung jawab atas semua data palsu yang tercantum di paspor istrinya. Data palu itu diberikan untuk pengurusan paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Timur pada Juli 2009.
Pengakuan Umar Patek ini disampaikan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (28/11). Ia memberikan kesaksian untuk perkara dugaan pemalsuan dokumen dengan terdakwa sang istri tersebut. Dalam kasus ini, terdakwa Ruqayyah didakwa membuat dokumen palsu dan pelanggaran keimigrasian.
Dalam kesaksiannya tersebut, saksi Umar Patek juga mengakui bahwa dirirnya yang mengarang nama Fatimah Zahra, berumur 24 tahun, kelahiran Bangil, Jawa Timur, dan beralamat di Koja, Jakarta Utara. “Saya yang mengarang dan meminta istri saya menghapalnya. Dia menjawab, ketika ditanya petugas imigrasi," imbuhnya.
Berkat petunjuk suaminya ini, Ruqayyah berhasil memperoleh paspor. Tetapi hal ini juga dibantu Hary Kuncoro. Pasangan suami istri pun harus mengeluarkan dana Rp 3 Juta, agar dapat memperoleh paspor dengan ‘jalur cepat’ tersebut.
Umar Patek kembali terus terang, ketika hakim ketua Suharjono menanyakan motifnya menggunakan identitas palsu tersebut, menurut Umar, paspor itu dibuat untuk menghindari jerat hukum. Pasalnya,ia dicari aparat keamanan, karena dituding terkait kasus dugaan teroris dalam peristiwa Bom Bali I pada 2002 lalu.
Terdakwa Siti Ruqqayah pun membenarkan pernyataan Umar Patek itu. Semua data palsu pada paspor yang dimilikinya itu, karena didasari permintaan duaminya, Umar Patek. Dirinya hanya mengikuti permintaan laki-laki yang sudah 14 tahun menikahinya itu. “Sebagai istri, saya hanya menuruti permintana suami,” tandasnya.
Minta Maaf
Diakhir kesaksiannya dalam persidangan ini, Umar Patek meminta kesempatan pada majelis hakim untuk membacakan pernyataannya. Majelis hakim pun menyetujuinya. Dalam kesempatan tersebut, Umar mengucapkan terima kasihnya kepada Kemenlu RI dan Densus 88 Antiteror yang telah memulangkan dirinya dan istri ke Indonesia.
Ia menyebutkan beberapa nama yang telah berjasa kepadanya, salah satunya adalah Kepala Densus 88, yang ia sebut sebagai Haji Mohamad Syafei. "Saya dan istri mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mengupayakan kami berdua untuk pulang ke Indonesia, setelah ditangkap di Pakistan. Terima kasih terutama untuk Kemenlu dan Densus 88, Pak Haji Mohammad Syafei,” tandasnya.
Umar Patek yang menyatakan bahwa dirinya juga mewakili sang istri, tak lupa mengajukan permohonan maafnya kepada pemerintah atas kesalahannya dalam mendapatkan paspor, berikut dokumen dengan cara yang tidak benar.
Diakhir persidangan, terdakwa Siti Ruqayyah juga merasa menyesal telah memberikan data dan dokumen palsu kepada Kantor Imigrasi Jakarta Timur. Pernyataan sang suaminya itu, dianggap sudah mewakili sudah mewakili pernyataannya. Majelis hakim pun menuntup siding untuk dilanjutkan pada Senin (4/12) pekan depan.
Sebelumnya, JPU Syahrizal Syakur mendakwa Ruqayyah dengan dakwaan berlapis. Ia dijerat melanggar pasal 266 ayat (1) jo pasal 266 ayat (2) jo pasal 263 jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo pasal 55 huruf c jo pasal 55 huruf a UU Nomor 9/1992 tentang Keimigrasian. Terdakwa Ruqayyah pun terancam hukuma penjara selama tujuh tahun.(tnc/stt)
|