JAKARTA, Berita HUKUM - Panglima Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengecam tindakan pemerintah yang mendatangkan ulama asal Mesir, Syeikh Amr Wardani terkait kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Syeikh Amr Wardani rencananya akan menjadi saksi ahli dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.
Padahal, tegas Munarman, ulama Mesir tersebut tidak mengerti persoalan yang terjadi di Indonesia soal kasus dugaan penistaan agama soal surat Al Maidah ayat 51.
"Jadi untuk apa mendatangkan ulama dari luar sementara di Indonesia ada MUI. Selama ini yang digembar-gemborkan Islam Indonesia bukan timur tengah," kata Munarman dalam diskusi Perhimpunan Gerakan Keadilan yang bertajuk 'Pekiraan Arah Gelar Perkara Ahok' di Resto Pempek Kita, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (14/11).
"Kok sekarang ketika MUI menyatakan bahwa ada penistaan agama, malah mendatangkan ulama timur tengah. Ini kan antara pernyataan dengan perbuatan tidak konsisten, inilah kemunafikan yang dilakukan rezim Jokowi," tambahnya.
Oleh karenanya, ujar Munarman, bila dalam gelar perkara nanti Selasa (15/11) ulama Mesir tersebut dihadirkan di Bareskrim Mabes Polri, maka pihak FPI juga akan menghadirkan saksi ahli untuk mengantisipasi pernyataan ulama Mesir yang keliru.
"Jadi ini betul-betul didatangkan dalam rangka politik mempertahankan rezim Jokowi. Ya kita ulama disiapkan menjadi ahli, kita juga siapkan ahli untuk antisipasi, seolah ini dibuat menjadi seperti permainan game. Saya sudah tahu jalurnya, siapa duta besar Indonesia di Mesir, itu orang PDIP," jelasnya. Sementara, politikus PDIP yang dimaksud tersebut adalah Helmy Fauzy.
Sementara, Panglima Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengatakan, ada upaya Bareskrim Mabes Polri untuk meloloskan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jeratan hukum, dalam kasus dugaan penistaan agama.
Dimana penyidik Bareskrim Mabes Polri mengundang para saksi ahli bahasa, agama, dan pidana yang merupakan pro terhadap Ahok. Bahkan, saksi ahli yang benar-benar independen dari Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Sebelas Maret (UNS) diancam tidak boleh hadir.
Jadi tidak heran, kata Munarman, serangkaian proses penyelidikan yang dilakukan Bareskrim selama ini sudah ada desainnya agar Ahok tidak menjadi tersangka, lantaran tidak kuatnya bukti.
"Banyak saksi yang dihadirkan lebih banyak dari pihak yang menyatakan ini bukan tindak pidana. Artinya 85 persen Ahok akan lolos, dan 15 persen itu statusnya dilanjutkan menjadi tersangka," jelas Munarman.
Lebih jauh, Munarman mengungkapkan keanehan yang dilakukan pihak Bareskrim, pada saat para pelapor memprotes kehadiran saksi ahli yang tidak kredibel dan cenderung menguntungkan pihak terlapor.
Namun pada saat itu, lanjut dia, Bareskrim baru meminta pelapor untuk menghadirkan saksi ahli juga, ketika para saksi ahli yang meringankan Ahok dihadirkan.
"Ini menurut saya sudah penyalahgunaan, tugas penyidik adalah mengumpulkan bukti, bukan membebankan pembuktian kepada pelapor. Ini kan tindak pidana umum, tapi seolah sudah menjadi forum pengadilan," paparnya.
"Polisi itu sikapnya menuntut bukan negara seolah meloloskan orang jahat. Jadi saya kira Presiden tengah menganggap enteng kasus ini, dengan coba-coba menakuti rakyat kunjungan ke TNI dan Brimob. Saya tegaskan sekarang bukan zamannya lagi nakutin rakyat," pungkasnya.(icl/yn/teropongsenayan/bh/sya) |