JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Nining Indra Saleh urung dipecat dari jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dia hanya diberi peringatan kerasa dari Ketua DPR Marzuki Alie. Kputusan ini diberikan, menyusul keputusannya merenovasi ruang rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR yang menelan biaya Rp 20,3 miliar itu.
Menurut Wakil Ketua Pramono Anung, pemecatannya urung dilakukan, karena prosedur pergantian Sekjen DPR bukanlah persoalan yang mudah dilakukan. "Ibu Nining itu pejabat eselon I. Beliau pejabat tinggi negara. Jika ada keinginan pergantian, tentu tidak mudah. Untuk masalah ini, pimpinan Dewan belum membicarakannya,” kata dia kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/1).
Dalam surat peringatan dari Ketua DPR Marzuki Alie kepada Nining, jelas Pramono, ada empat poin utama yang dinilai pimpinan DPR sebagai hal yang positif. Dalam salah satu poin pentingnya, Ketua DPR meminta Sekjen menolak permintaan anggota dewan yang dianggap tidak patut. “Itu hal yang positif bagi kami,” imbuh politisi PDIP.
Wakil Ketua DPR asal Fraksi PKS Anis Matta membenarkan prosedur sulitnya untuk memecat Sekjen DPR tersebut. Tapi dalam surat teguran tersebut, Ketua DPR meminta Sekjen Nining untuk memberitahukan setiap rencana yang akan dilaksanakan. “Ini tradisi yang bagus. Kami akan mencari kesalahan ketimbang mencari kambing hitam,” tandanya.
Sementara itu, Ketua Banggar DPR Melchias Markus Mekeng menegaskan pihaknya tidak tahu menahu spesifikasi ruangan rapat Banggar, seperti kursi impor dari Jerman seharga Rp24 juta. Dirinya tak mau disalahkan, namun menimpakannya kesalahan itu kepada pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR.
"Kesalahan ada di Kesekjenan. Kesekjenan itu wakil pemerintah, mereka punya standar pemerintah bagaimana meja, bagaimana kursi. Banggar minta meja, tapi bukan minta meja yang mewah. Kami tidak tahu spesifikasinya. Mereka yang menentukan dan memilihnya. Kami tidak punya kepentingan apa-apa, hanya ingin ruang rapat segera bisa digunakan,” tandasnya.
Mekeng juga menyesalkan pernyataan Karo Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi Setjen DPR Sumirat yang menuding kursi mewah permintaan Banggar. Tudingan itu dianggapnya tidak benar dan meminta Badan Kehormatan (BK) DPR segera memeriksa Kesekjenan untuk membongkar permainan yang ada dalam proyek ruang rapat Banggar tersebut.
"Omongan (Sumirat) itu ngawur dan tidak benar. Kursi Rp 24 juta yang impor dari Jerman itu, bukan permintaan Banggar. Saya curiga dengan Sumirat yang mungkin ‘pemain’ dalam proyek ini. Dia harus bertanggung jawab, karena dia sebagai pihak yang menentukan spesifikasinya,” ujar politisi Partai Golkar dengan nada tinggi.(mic/rob)
|