JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Belum juga selesai kasus Suap Sesmenpora pada pembangunan wisma Atlet, menyusul kasus Hambalang, kini bertambah lagi dengan kasus suap dalam Pembangunan Venue PON Riau, yang melibatkan Kontraktor-kontraktor berlabel BUMN.
Menurut Koordinator Lembaga Advokasi Pemuda Anti Korupsi (LAPAK) Azmi Hidzaqi mengatakan, Pembangunan Venue PON Riau, dengan nilai kontrak proyek sekitar Rp 832,4 miliar dan masa pengerjaannya selama 787 rampung, sudah tercium bau busuk korupsi dalam kongkalikongnya, dalam perumusan perda, bahkan kini terkuak ke public.
“Setelah KPK menangkap anggota DPRD Riau dalam kasus suap venue menembak, seperti yang dilansir situs pemberitaan KPK Jakarta, 19 Juni 2012. Bahwa pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penyuapan terkait dengan perubahan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2010,” jelasnya kepada wartwan di Jakarta, Selasa (26/5)
Alokasi anggaran yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008, kata Azmi, Pengerjaan Pembangunannya dimenangkan oleh Konsorsium kontraktor antara lain PT Pembangunan Perumahan, PT Wijaya Karya dan PT Adhi Karya. Namun, pembangunan fasilitas PON di kawasan Panam, Pekanbaru, tersebut tersendat akibat kekurangan dana.
“Pada akhir tahun anggaran 2011, pihak pelaksana, termasuk Dispora Riau selaku pemegang anggaran, mengklaim kekurangan dana pembangunan stadion sekitar Rp 200 miliar. Para pihak itu kemudian meminta bantuan DPRD agar meloloskan penambahan dana pembangunan PON 2012 Riau untuk di tetapkan dalam Perda No 5/2008, akhirnya DPRD Riau menyetujuinya anggaran tersebut dan di masukan di tahun genap untuk stadion utama PON sebesar Rp 900 miliar,” bebernya
Ketika perda ini berakhir tahun 2011 dan Pemprov Riau serta pihak DPRD Riau sempat berniat untuk membahas bersama merevisi kembali perda Perda No 5/2008. Namun KPk menilai perda tersebut sebagai motif untuk penambahan anggaran pembangunan venue yang mencapai Rp 1,13 triliun. Akhirnya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka TAY (anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau) dan LA (mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau).
“Yang menjadi pertanyaan kita kenapa sampai hari ini, pihak konsorsium BUMN tidak ditangkap, diperiksa dan diadili. Padahal dalam kasus ini diduga kuat penyandang dana suap kepada Anggota DPRD Riau adalah pihak konsorsium kontraktor, yaitu PT.PP yang dibantu oleh PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya (Wika). Oleh karena hal diatas jelas-jelas telah melanggar Hukum, menghambat pembangunan, merugikan keuangan Negara, dan merusak karakter bangsa,” tegasnya.
Sebagai Lembaga Advokasi Pemuda Anti Korupsi (LAPAK), kata Azmi, pihaknya akan menuntut kepada Presiden RI untuk menonaktifkan Direksi PT.PP, PT Adhi Karya dan PT.Wika dalam memperlancar Pemeriksaan KPK terkait kasus korupsi Venue PON, serta menuntut Kepada KPK untuk segera menangkap dan mengadili pimpinan Direksi PT.PP.
“Kami juga meminta Kepada KPK untuk memeriksa kekayaan seluruh Direksi PT.PP secara terbuka, kepada rakyat Indonesia dengan pembuktian terbalik, dan kami menolak segala Bentuk intervensi Politik dan Kekuasaan dan Pengusutan Korupsi dan penegakan Hukum,” pungkasnya. (bhc/dit) |