JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya punya strategi sendiri dalam upaya mengungkap mafia anggaran di DPR. Penetapan Wa Ode Nurhayati sebagai tersangka, kemungkinan besar sebagai jalan masuk untuk membongkar praktik yang berlangsung di Badan Anggaran (Banggar) DPR itu.
“KPK tidk mau main-main dengan praktik mafia anggaran di Banggar DPR. Penetapan Wa Ode Nurhayati sebagai tersangka dugaan suap pencairan dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah tahun anggaran 2011,bagian dari strategi itu,” kata pengamat politik dari LSI Burhanudin Muhtadi dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (17/12).
Menurut dia, Wa Ode Nurhayati merupakan bagian kecil dari mafia anggaran. Untuk itu, KPK harus berani mengusut hingga menemukan dalang di balik kasus mafia anggaran tersebut. Tapi KPK jangan hanya berhenti pada Wa Ode, karena dapat menimbulkan dugaan kasus ini pesanan pihak tertentu. "Kalau hanya berhenti di Wa Ode, maka ini merupakan kasus pesanan. Sebab, mafia anggaran sudah nyata," imbuh Burhanuddin.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar meminta Wa Ode Nurhayati untuk menjadi justice collaborator. Dengan begitu, kasus mafia anggaran tidak hanya sampai pada Wa Ode, tetapi bisa menjerat sejumlah anggota DPR yang diduga terlibat. "Wa Ode harus siap menjadi justice collaborator," ujarnya.
KPK sendiri, lanjut dia, juga menjanjikan Wa Ode remisi atau bentuk keringanan lain kalau memang bersedia membongkar semua permainana anggaran yang berlangsung di Banggar DPR. Hal ini untuk menepis anggapan publik bahwa KPK hanya pintar bongkar kasus, tapi gagal menuntaskan kasus yang melibatkan jaringan mafia. "KPK harus bernai membongkar jaringan besar mafia anggaran di DPR,” tegas Zainal.
Sebelumnya diberitakan, KPK telah menetapkan Wa Ode Nurhayati sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dana PPID 2011. Hal ini didasari laporan dari transaksi keuangan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam rekening milik Wa Ode sempat ada aliran dana sekitar Rp 6 miliar dari delapan kali setoran.
Kemudian, saat KPK melakukan penyelidikan kasus ini sebulan lalu, dari total rekening Rp 53 miliar, terjadi penarikan sebesar Rp 34 miliar. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) diduga berperan untuk meloloskan alokasi anggaran DPPID untuk tiga kabupaten di Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), yakni untuk Aceh Besar, Pidie, dan Benar Meriah.
Wa Ode disebut-sebut telah meminta fee sebanyak 5-6 persen dari total nilai proyek senilai Rp 40 miliar. KPK juga telah mengeluarkan pencegahan ke luar negeri terhadap staf pribadi Wa Ode Nurhayati, Seva Yolanda. Ditjen Imigrasi juga menerima hal serupa dari KPK untuk Wa Ode Nurhayati.(mic/spr)
|