Virus Corona Wabah Virus Corona Terus Menyebar ke Negara di Luar China, WHO Nyatakan 'Darurat Kesehatan Global' 2020-02-01 15:22:27
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.(Foto: Istimewa)
CINA, Berita HUKUM - Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, menyatakan wabah virus corona sebagai darurat kesehatan global, karena wabah terus menyebar ke sejumlah negara di luar China.
"Alasan utama penyataan ini bukanlah apa yang terjadi di China, tetapi apa yang terjadi di negara lain," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
WHO mengkhawatirkan wabah virus mematikan itu dapat menyebar ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lebih lemah.
Korban meninggal akibat terpapar virus corona saat ini telah mencapai 170 orang di China.
WHO mengatakan ada 98 kasus di 18 negara di luar negara itu, tetapi sejauh ini tidak ada kematian.
Sebagian besar kasus muncul pada orang yang melakukan perjalanan dari kota Wuhan di Cina, wilayah yang diyakini sebagai pusat penyebaran virus mematikan tersebut.
Namun, ada delapan kasus infeksi antar manusia - di Jerman, Jepang, Vietnam, dan Amerika Serikat.
Tedros, dalam jumpa pers di Jenewa, menggambarkan virus sebagai "wabah yang belum pernah terjadi sebelumnya" dan bersinggungan dengan "respons yang belum pernah terjadi sebelumnya".
Dia memuji "tindakan luar biasa" yang telah diambil otoritas China untuk mencegah penyebarannya.
"Biar saya perjelas, pernyataan ini bukanlah suara bahwa kami tidak percaya apa yang sudah dilakukan di China," tambahnya.
Jumlah korban meninggal akibat wabah virus corona telah meningkat ke angka 170, dengan lebih dari 7.700 orang yang terkonfirmasi terjangkiti virus ini di China.
Virus mematikan ini juga telah menyebar ke setidaknya 15 negara lain.
Tapi, tak hanya virus yang menyebar di seluruh China dan sejumlah negara, tetapi juga informasi yang salah.
Banyak teori konspirasi telah muncul semenjak wabah ini menyebar - belum lagi video perihal sup kelelawar.
BBC telah melacak dari mana semua informasi ini berasal.
Video sup kelelawar
Sejak awal masyarakat berspekulasi di jejaring dunia maya tentang asal-usul virus corona.
Hal ini makin diperburuk dengan banyak video yang dikatakan memperlihatkan sejumlah warga China sedang mengkonsumsi kelelawar di tengah wabah mematikan di Wuhan.
Salah satu klip video itu menunjukkan seorang perempuan China tersenyum memegang seekor kelelawar yang sedang dimasak di depan kamera, sebelum menyebut rasanya "seperti daging ayam".
Video ini memicu kemarahan di media sosial, dan beberapa penggunanya menyalahkan kebiasaan makan warga China itu sebagai penyebab wabah itu.
Tetapi video itu tidak direkam di Wuhan, atau di China. Awalnya difilmkan pada 2016, video itu merupakan bagian acara televisi tentang penulis blog populer dan pembawa acara perjalanan, Mengyun Wang selama perjalanan ke Palau, sebuah kepulauan di Samudra Pasifik barat.
Klip video tersebut muncul kembali di media sosial setelah kasus virus corona muncul di Wuhan akhir tahun lalu.
Menindaklanjuti kemarahan di dunia maya, Wang lantas meminta maaf, seraya mengatakan dia "hanya mencoba memperkenalkan kehidupan masyarakat lokal" kepada pemirsa.
Dia juga mengaku tidak mengetahui bahwa kelelawar bisa menjadi pembawa virus. Semenjak saat itulah videonya telah ditarik dari peredaran.
Virus corona baru diyakini muncul dari satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal di pasar makanan laut di Wuhan.
Walaupun kelelawar telah disebut dalam penelitian tidak lama berselang sebagai sumber virus, menu sup kelelawar tidak lazim di negara itu. Saat ini penyelidikan tentang asal-usul virus tersebut masih terus berlanjut.
Wabah virus corona 'direncanakan'
Ketika Amerika Serikat melaporkan kasus pertama dari virus corona pada minggu lalu, sejumlah dokumen yang sudah dipatenkan mulai beredar di Twitter dan Facebook, yang sekilas tampaknya menunjukkan bahwa para ahli sudah mengetahui virus tersebut selama bertahun-tahun.
Salah seorang pengguna pertama dokumen itu dan yang mengajukan dugaan tersebut adalah ahli teori konspirasi dan YouTuber, Jordan Sather.
Dalam unggahannya di Twitter dan telah dibagikan ulang ribuan kali, dia membagikan tautan dokumen paten 2015 yang diajukan oleh Pirbright Institute di Surrey, Inggris.
Dalam tautan itu disebutkan mengenai pengembangan versi yang lebih lemah dari virus corona yang berpotensi digunakan sebagai vaksin untuk mencegah atau mengobati penyakit pernapasan.
Tautan yang sama juga telah banyak beredar di Facebook, terutama di antara kelompok-kelompok yang meyakini teori konspirasi dan anti-vaksinasi.
Sather menggunakan fakta bahwa Yayasan Bill & Melinda Gates, yang merupakan donor bagi lembaga Pirbright dan pengembangan vaksin, menduga bahwa virus wabah saat ini sengaja direkayasa untuk menarik dana demi pengembangan vaksin.
"Dan berapa banyak dana yang telah digelontorkan Yayasan Gates untuk program vaksin selama bertahun-tahun? Apakah pemunculan penyakit ini sudah direncanakan? Apakah media digunakan untuk menghasut ketakutan di masyarakat?" demikian isi pernyataan Sather yang diunggah ke akun Twitter-nya.
Tapi dokumen paten Pirbright itu ternyata bukan untuk virus corona baru. Alih-alih, virus ini mencakup avian infectious bronchitis virus, salah satu anggota keluarga virus corona yang lebih luas, yang menginfeksi ayam.
Menanggapi spekulasi yang diajukan Sather tentang Yayasan Bill & Melinda Gates, juru bicara Pirbright Teresa Maughan mengatakan kepada Buzzfeed News bahwa pekerjaan khusus lembaga itu terkait avian infectious bronchitis virus tidak didanai oleh yayasan ini.
Teori konspirasi 'senjata biologi rahasia'
Klaim tak berdasar lainnya yang menjadi viral di media sosial menuding bahwa virus itu adalah bagian dari "program senjata biologi rahasia" China dan kemungkinan telah bocor dari Institut Virologi Wuhan.
Banyak laporan yang mendorong teori tersebut mengutip dua artikel di Washington Times yang sudah banyak dibagikan di media sosial, yang keduanya mengutip eks perwira intelijen militer Israel untuk klaim tersebut.
Namun, tidak ada bukti yang mendukung klaim dalam dua artikel, dan sumber Israel dikutip mengatakan bahwa "sejauh ini tidak ada bukti atau indikasi" yang menunjukkan adanya kebocoran.
Sejauh ini kedua artikel ini telah diunggah ke ratusan akun sosial yang berbeda kepada jutaan pemirsa potensial.Daily Star menerbitkan artikel serupa pekan lalu, dan mengklaim virus itu kemungkinan "dimulai dari sebuah laboratorium rahasia". Namun, semenjak saat itu, Daily Star menambahkan kalimat dalam artikelnya bahwa tidak ada bukti untuk mendukung klaim tersebut.
Berdasarkan penelitian resmi, virus tersebut diduga muncul dari satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal di pasar makanan laut Huanan di Wuhan.
BBC News sudah berusaha menghubungi Washington Times untuk menanggapi mengenai dua artikel tersebut.
'Tim mata-mata'
Klaim lain yang tidak akurat menghubungkan virus corona dengan tindakan pemecatan seorang peneliti di Laboratorium Mikrobiologi Nasional Kanada.
Ahli virologi, Dr Xiangguo Qiu, suaminya, dan sejumlah siswanya dari China dikeluarkan dari laboratorium menyusul kemungkinan "pelanggaran kebijakan," demikian laporan oleh stasiun televisi CBC Kanada tahun lalu.
Kepolisian mengatakan kepada CBC News bahwa "tidak ada ancaman terhadap keselamatan publik".
Laporan lain mengatakan Dr Qiu telah mengunjungi Laboratorium Keamanan Hayati Nasional Wuhan dari Akademi Ilmu Pengetahuan China dua kali setahun selama dua tahun.
Sebuah cuitan di Twitter dan sudah lebih dari 12.000 retweet dan 13.000 mendapat status likes - mengklaim tanpa bukti bahwa Dr Qiu dan suaminya adalah "tim mata-mata", telah mengirim "patogen ke fasilitas Wuhan", dan bahwa suaminya "ahli dalam penelitian virus corona".
Tak satu pun dari tiga klaim dalam cuitan Twitter tersebut dapat ditemukan dalam dua laporan CBC dan istilah "virus corona" dan "mata-mata" bahkan tidak muncul sekalipun.
CBC semenjak saat itu melaporkan bahwa klaim tersebut tidak berdasar.
'Video perawat Wuhan'
Berbagai versi video "pengungkap fakta", yang diduga diambil oleh "dokter" atau "perawat" di provinsi Hubei, telah jutaan kali ditayangkan di berbagai platform media sosial dan disebutkan dalam berbagai laporan daring.
Versi paling populer diunggah ke YouTube oleh pengguna asal Korea, dan menyertakan subtitle Bahasa Inggris dan Korea - video tersebut telah dihapus.
Menurut teks bahasa Inggris, perempuan itu adalah seorang perawat di rumah sakit Wuhan. Namun, dia sama sekali tidak mengaku sebagai perawat atau dokter dalam video itu.
Ini tampaknya hanya asumsi dari pihak yang mengunggah berbagai versi video ke media sosial.
Perempuan itu, yang tidak menyebut jati dirinya, mengenakan pakaian pelindung di lokasi yang tidak diketahui. Namun, pakaian dan maskernya tidak cocok dengan yang dikenakan oleh staf medis di Hubei.
Karena kota Wuhan dan kota lainnya di Hubei sudah ditutup oleh pihak berwenang, sulit untuk memverifikasi video tersebut.
Tetapi perempuan dalam video itu mengklaim - yang tidak berdasar - mengenai virus tersebut, yang membuatnya tidak mungkin menjadi perawat atau paramedis.
Dia mengklaim bahwa jumlah sebenarnya orang yang terinfeksi virus corona di China adalah 90.000 orang. Tetapi menurut angka resmi, sejauh ini ada lebih dari 4.500 infeksi yang dikonfirmasi.
Perempuan itu juga mengklaim bahwa virus itu mengalami "mutasi kedua" dan dapat menginfeksi hingga 14 orang. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya memperkirakan jumlah infeksi yang dapat ditimbulkan oleh seseorang yang terkena virus adalah 1,4 hingga 2,5.
"Dia tidak terdengar seperti seseorang dari latar belakang medis yang profesional," kata Muyi Xiao, warga asli Wuhan dan editor visual majalah online ChinaFile, mengatakan kepada BBC.
Meskipun lokasi pasti dari video tidak diketahui, kemungkinan bahwa perempuan itu adalah warga Hubei yang berbagi pendapat pribadinya tentang wabah tersebut.
"Saya pikir ada kemungkinan bahwa dia pikir dia mengatakan yang sebenarnya. Karena tidak ada yang tahu yang sebenarnya," kata Badiucao, aktivis politik China yang saat ini tinggal di Australia, kepada BBC.
"Tidak adanya transparansi membuat masyarakat menebak-nebak dan panik."(BBC/bh/sya)
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com