SAMARINDA, Berita HUKUM - Mengurus sertifikat kepemilikan tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) di keluhkan baik masyarakat pemilik tanah maupun kalangan notaris/PPAT di Samarinda, pasalnya dengan memakan waktu yang cukup lama dan berkisar 6 bulan hingga 1 - 2 tahun baru terbitnya sertifikat dan payahnya lagi tak tanggung tanggung, diduga dilakukan oleh kepala BPN saat akan menandatangan akhir terbitnya sertifikat dengan meminta ibalan mencapai Rp 5 juta rupiah.
Hal tersebut diungkapkan Pulan, seorang mantan wartawan di Samarinda yang saat ini ia sering membantu pengurusan sertifikat tanah di BPN Samarinda kepada pewarta BeritaHUKUM.com yang minta nama aslinya tidak ditulis, yang juga di benarkan oleh salah seorang notaris/PPAT senior juga di Samarinda.
Kepada pewarta Pulan yang biasa mengurus sertifikat menuturkan bahwa, dirinya sudah beberapa tahun lamanya setelah hengkang dari wartawan di salah satu media di Samarinda dan kini berusaha menggeluti profesi sebagai 'broker' sertifikat. Dalam pengurusannya ia mengaku banyak terjadi kendala dan hambatan dimana harus memberikan amplop disetiap meja yang mendapat giliran untuk menandatangani berkas dan merupakan suatu budaya jadi kalau kita ditak berikan imbalan, berkas kita tidak jalan, sebut sang broker.
"Mengurusnya sudah memakan waktu yang dengan mengeluarkan biaya sekitar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta rupiah, karena disetiap meja kita harus memberikan uang pelicin biar cepat, kalau tidak berkas kita jalan ditempat," ungkap Sumber, Selasa (29/11).
Yang lebih fatal lagi sebut sang broker bahwa, ketika mencapai akhir pengurusan dan terakhir tanda tangan, kepala kantor meminta uang tanda tangan hingga Rp 5 juta, ini yang dialami oleh notaris/PPAT yang berinisial SU, jelasnya.
"Pada saat tanda tangan akhir dan terbitnya sertifikat oleh kepala BPN meminta uang tanda tangan Rp 5 juta hingga terjadi pertengkaran, kalau dia minta keikhlasan tak masalah, namun ini dipatok nilainya Rp 5 juta," cetusnya.
Sementara, H. M. Sutamsis, SH, MH, MKn seorang Notaris/PPAT di Samarinda ketika pewarta BeritaHUKUM.com bertandang ke kantornya di Jl. Gatot Subroto Samarinda, Senin (28/11) untuk meminta komentarnya terkait pelayanan di BPN Samarinda mengatakan bahwa, untuk menghindari Pungli yang dilakukan oleh BPN satu-satunya jalan adalah dengan sistim online agar berjalan baik dan lancar, sehingga dengan membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kita cukup input datanya dan diteliti lalu terbit sertifikat elektronik, sehingga masyarakat tidak dirugikan dengan waktu dan biaya, terang Sutamsis.
"Untuk menghindari pungli di BPN karena lamanya waktu dari meja ke meja yang perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar dari satu sertifikat tersebut biayanya bisa mencapai Rp 15 juta hingga Rp 20 juta, olehnya itu sampai saat ini saya sangat mendambahkan dengan sistim online yang seperti saat ini sudah dilakukan oleh kementrian hukum dan HAM. Saya memberikan apresiasi yang sangat kepada Kementerian Hukum dan HAM dengan bisa telah melakukan dengan sistim online di bidang Hukum mulai dari PT, Perkumlunan, Vidusia dan lain-lain, itu yang terbaik bagi masyrakat karena dengan cepat dan hemat," ujar Sutamsis.
Mengurus sertifikat di BPN Samarinda selain biayanya cukup besar berkisar antara Rp 15 juta hingga Rp 20 juta juga dengan waktu yang lama, pada hal sangat mendambahkan sekali oleh masayrakat yang punya tanah untuk segera disertifikatkan karena dengan sertifikat dapat dijadikan jaminan atau agunan kepada bank, sehingga masyarakat bisa mendapatkan modal untuk usaha serta mendapatkan hasil untuk meningkatkan ekonomi mereka, jelas Sutamsis yang juga sebagai kader Golkar tersebut.
Sutamsi yang sejak tahun 2010 sebagai Notaris dan 2011 sebagai PPAT tersebut, mengharapkan agar BPN dapat membuat SOP, yang jelas tentang berapa lama dan berapa nilai pembayarannya. Jadi hambatannya adalah tidak ada kejelasan waktu kapan selesainya dan berbelit belit, ada juga sampai sekarang sudah satu tahun belum selesai, dengan ada alasan macam-macam administrasi dan lain sebagainya, olehnya itu dirinya sangat mendukung sekali adanya Sebar Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar) yang telah dibentuk dan perlu didukung masyarakat. Tidak hanya disektor pertanahan, namun semua sektor harus dibersihkan dari sekarang, sehingga saya mengharapkan semua badan yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat harus stop pungli, tegas Sutamsis.
Sedangkan, menanggapi tudingan berbelit-belitnya pengurusan sertifikat dengan memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup besar, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Samarinda Ir Muhamad Iskandar M.Eng.Sc ketika dikonfirmasi pewarta BeritaHUKUM.com di ruang kerjanya pada, Selasa (29/11) mengatakan hal itu tidak benar, yang mengurus sertifikat tersebut dengan biaya seperti itu, baik dari meja ke meja maupun tanda tangannya diminta membayar Rp 5 juta, itu tidak benar, terang Kepala BPN Samarinda.
"Tidak benar meminta pembayaran tanda tangan Rp 5 juta, disini saya tegaskan bahwa, tidak ada pembayaran apalagi sekarang sudah adanya sebar Pungli. Jadi kita bekerja berdasarkan aturan jadi tidak ada pungutan, juga saya sudah mengatakan kepada anak buah bahwa jangan sampai ada Pungli,' ujar Iskandar.
Sebagai Kepala BPN Iskandar juga menghimbau kepada warga masyarakat, agar dapat mengurus sertikatnya sendiri tidak menggunakan broker atau Notaris, karena kita prioritaskan pelayanan kepada masyarkat pemilik langsung yang mengurus sertifikatnya dengan waktu kurang lebih 4 bulan. Lewat notaris atau broker yang menerima kuasa biaya besar, juga waktunya lama, kita prioritas yang langsung mengurus pemilik tanah, pungkas Iskandar. (bh/gaj)
|