POSO, Berita HUKUM - Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Polisi Drs. Badrodin Haiti melihat dua jenazah terduga teroris yang tewas tertembak dan sedang disemayamkan di RS Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu malam.
Setelah melihat kedua jenazah tersebut, Badrodin menyampaikan kepada wartawan bahwa salah satu terduga teroris itu diyakini Sabar Subagyo alias Daeng Koro yang tewas tertembak pada Jumat (3/4) di Desa Sakina, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parigi Moutong.
"Secara fisik jenazah tersebut mirip DK (Daeng Koro) tapi kita akan melakukan tes DNA untuk memastikan hal itu," kata mantan Kepala Polda Sulawesi Tengah ini.
Saat ini, tim kepolisian masih menjemput keluarga Daeng Koro yang berada di Desa Malino, Kabupaten Morowali.
Sementara jenazah kedua diduga bernama Imam yang tewas tertembak saat kepergok polisi yang sedang razia di Jalur Kebun Kopi, Kabupaten Parigi Moutong, tepatnya di Kilometer 16.
Selama razia dan baku tembak pada dua hari terakhir, polisi mendapatkan 300-an butir peluru berbagai jenis, tiga senjata api laras panjang, telepon genggam, alat penentu lokasi (GPS), penyimpan energi sinar matahari, solar panel atau solar cell, belasan baterai, bendera ISIS, senjata tajam, dan pecahan bom rakitan.
Badrodin mengatakan Polri saat ini terus meningkatkan pengejaran kelompok teroris karena mereka telah meresahkan dan mengganggu masyarakat.
Dia mengatakan kelompok teroris yang saat ini masih dikejar aparat terbagi menjadi dua kelompok yang masing-masing dipimpin oleh Santoso dan Daeng Koro.
Daeng Koro memiliki anak buah sekitar 12 orang, sedangkan Santoso memimpin anak buah yang berjumlah sekitar 20 orang.
Badrodin juga meminta kelompok teroris tersebut menyerahkan diri karena ada sejumlah kasus kriminal yang harus dipertanggungjawabkan.
Sementara, Juru bicara kepolisian, Kombes Pol Drs. Agus Rianto kepada Ging Ginanjar dari BBC Indonesia mengungkapkan, Sabar Subagyo alias Mas Koro alias Daeng Koro, adalah salah satu pemimpin kelompok teroris jaringan Santoso di Poso.
"Jumat kemarin terjadi kontak tembak antara tim gabungan Densus 88 dan Polda Sulteng, dengan sekelompok orang bersenjata di pegunungan Sakina Jaya, daerah Parigi. Salah salah satunya meninggal dunia. Kami sudah evakuasi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kita lakukan identifikasi, ternyata dia adalah Daeng Koro. Tapi kami masih harus cross check dan mencocokan DNA-nya dengan keluarganya yang ada di Makasar," papar Agus Rianto.
"Dalam penyergapan itu, kami menyita dua pucuk senjata semiotomatis M-16 dan sejumlah senjata rakitan.
Ditanya, mengapa polisi tidak menangkap hidup-hidup, Agus Rianto menjawab, "Anda harusnya menanyakan hal itu bukan kepada kami, melainkan kepada mereka: mengapa mereka tidak mau menyerah."
Menurut Agus, berdasarkan informasi yang diperoleh polisi, sekelompok terduga teroris jaringan Santoso Abu Wardah yang sudah lama diburu polisi, tampak di sekitar pegunungan Sakina Jaya.
Ketika dilakukan penyergapan ke sebuah pondok di atas gunung, kata Agus Riyanto, kelompok yang ditaksir berjumlah sekitar 12 orang itu tak bersedia menyerah.
"Justru mereka menembaki kami, dan menyerang dengan bahan peledak."
Kendati, kata Agus Rianto, hanya satu peledak rakitan yang meledak.
Terjadi baku tembak yang menewaskan orang yang diduga Daeng Koro, sementara 11 orang lainnya berhasil meloloskan diri, dan masih dikejar.
Menurut laporan portal berita Tempo, baku tembak berlangsung pukul 15.30 Wita, selama sekitar 20 menit. Di pihak polisi, tak ada yang terkena tembakan.
BBC belum bisa memperoleh keterangan mengenai kejadian ini dari pihak lain di lapangan.
Ditanya, apakah ada kaitan penyergapan ini dengan latihan militer TNI di Poso yang oleh beberapa kalangan diduga merupakan bagian dari upaya mendesak kelompok Santoso, Agus Rianto menampik.
Ia menyebut, kerja sama selalu ada, namun masing-masing punya kewenangan sendiri-sendiri.
Kelompok Santoso diduga telah secara resmi menyatakan kesetiaan kepada kelompok yang menamakan diri negara Islam atau ISIS.(Antara/BBC/bh/sya) |