JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Zaitun mengungkapkan ada 2 alasan tuntutan penahanan tersangka kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pertama, Ahok dikhawatirkan membuat pernyataan serupa yang dianggap menyinggung perasaan umat Islam. Seperti yang sudah terjadi yakni, Gubernur nonaktif DKI Jakarta tersebut kini dituding menyatakan fitnah kependemo 4/11 lalu memperoleh bayaran masing-masing Rp500 ribu.
"Mengapa dituntut untuk ditahan? betul proses hukum berjalan, tapi kita punya dua alasan. Pertama, potensi mengulangi kesalahan seperti yang terjadi baru-baru ini," kata Zaitun dalam diskusi Polemik Sindotrijaya, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (19/11).
Alasan selanjutnya, secara prinsip Yurisprudensi atau keputusan Hakim dalam kasus serupa sebelumnya, tersangka kasus penistaan agama selalu langsung ditahan. Maka, lanjut Zaitun, jika hendak memenuhi asas persamaan di mata hukum, penahanan terhadap Ahok menjadi rasional.
"Dalam KUHAP dikatakan, bila seorang yang tersangka dengan ancaman hukuman 5 tahun, bisa ditahan, itu kan (kasus Ahok) lima tahun ancamannya, maka wajar kalau diminta untuk ditahan," jelas dia.
Zaitun pun menegaskan, jika tak dilakukan penahanan, maka bisa menjadi preseden atau contoh yang buruk bagi kasus-kasus serupa setelah ini. "Sebelumnya suda ada, setiap ada yang terkena penistaan agama, ditahan. Dan kalau ini dilakukan (Ahok tak ditahan) akan menjadi presden buruk bagi penegakan hukum," cetus Zaitun.
Guna menuntut hal ini, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) akan kembali menggelar aksi jilid III pada Jumat 2 November 2016 mendatang. Bedanya, aksi ini akan berupa kegiatan zikir dan berdoa bersama di sepanjang Semanggi-Bundaran HI-Patung Kuda, tanpa ada pergerakan massa ke Istana dan Balai Kota.
Sementara, terkait Tuduhan Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang telah ditetapkan tersangka penista Agama Islam, kini malah diduga kuat melakukan fitnah bahwa peserta unjuk rasa Bela Islam II, pada 4 November 2016 (4/11) menerima bayaran masing-masing Rp 500 ribu berbuntut panjang.
Pada, Kamis (17/11), Sekretaris Jenderal DPD Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta, Habib Novel Bamukmin bersama Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) melaporkan Ahok ke Bareskrim Polri.
"Kami laporkan dugaan tindak pidana fitnah Ahok melalui media ABC News yang menyebutkan sebagian besar demonstran 4 November dibayar Rp 500 ribu," kata Novel saat dihubungi, di Jakarta, Kamis (17/11).
Sebelumnya, dalam sebuah wawancara eksklusif denganABC 7.30, Ahok menuduh pengkritiknya korupsi dan mengatakan, protes massa Muslim garis keras pada 4 November 2016 itu bermuatan politik. Dia juga menuduh massa menerima uang Rp 500 ribu untuk ikut demo.
"Saya harus pergi ke pengadilan untuk membuktikan ini adalah politik dan bukan (persoalan) hukum," katanya kepada ABC 7.30.
Namun, Ahok tidak menjelaskan, siapa yang mendanai aksi demonstrasi terbesar yang berujung pada kericuhan tersebut. "Saya tidak tahu, kita tidak tahu, tapi saya percaya Presiden (Jokowi) tahu dari intelijen, saya percaya mereka tahu," katanya.
Ahok melanjutkan, "Hal ini tidak mudah (mengungkap pendana demo), Anda mengirim lebih dari 100 ribu orang, sebagian besar dari mereka (pendemo), jika Anda melihat berita itu, mereka mengatakan mereka mendapat uang Rp 500 ribu." (plt/sym/abp/okezone/teropongsenayan/bh/sya)
|