SAMARINDA, Berita HUKUM - Persoalan banjir yang terus menerus menggenangi kota tepian Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) setiap kali turun hujan, terindikasi andil besar adalah perusahan Batubara yang mengepung kota Samarinda. Membuat LSM lingkungan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim protes dan meminta Gubernur dan DPRD menggunakan hak politiknya yakni Hak Angket dan interpelasi, bahkan Impeachment untuk meminta pertanggungjawaban Walikota Samarinda.
Jatam mencermati dan menilai kasus kerugian pelajar di SDN 012 Lok Bahu yang sekolahnya terdampak lumpur Tambang Batubara PT BBE dan Transisi Energy. Menurut Jatam langkah hukum adalah menuntut Pemerintah sesuai dengan Pasal 111-112 terkait Pidana Lingkungan Hidup, akibat Kelalaian Pengawasan Pemkot sesuai UU 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menanggapi hal tersebut Walikota Sahari Jaang Rabu (10/4) mengatakan bila memang ada pihak - pihak yang ingin mempidanakan Kepala Daerah terkait fungsi pengawasan di era keterbukaan ini adalah sah - sah saja, semua itu tentunya harus sesuai dengan Undang - Undang dan aturan yang ada.
Jaang membantah bila dikatakan lalai dan tidak ada sedikitpun niat Pemimpin Kota (Syaharie Jaang dan Nusyirwan Ismail) beserta Sekda serta SKPD terkait lainnya untuk menyengsarakan warga Samarinda.
"Silahkan saja, saat sekarang zaman keterbukaan. Wawali yang saya berikan tugas di bidang pengawasan berdasarkan amanah Undang - undang. Termasuk masalah lingkungan hidup, juga didukung oleh SKPD terkait seperti BLH dan Pertambangan, dan saya melihat sudah cukup bagus," ujar Jaang.
Namun setiap kali Banjir selalu dikaitkan dengan Tambang sebagai penyebab perlu di pertanyakan, selain tambang, seperti tingginya curah hujan, semakin tingginya pasang di Sungai Mahakam dari tahun ke tahun, serta pengembangan perumahan. Masalah banjir menurutnya adalah masalah yang harus dibicarakan satu meja dengan Provinsi dan Daerah tingkat II lainnya.
Ia juga sudah meminta Wawali yang sudah bertemu dengan Real Estate Indonesia (REI) untuk mengevaluasi apakah masih perlu dikeluarkan izin pengembangan perumahan baru, terutama rawa - rawa di daerah utara Samarinda yang berdampak pada aliran sungai Karang Mumus, tutur Jaang.
"Mungkin kita akan hentikan sementara. Karena selama ini kita nggak terpikir. Orang selalu bilang tambang, tambang. Tapi kalau nggak salah, ada 80 lokasi pengembang di Samarinda. Ada yang 20 hektar, ada yang 100 hektar," pungkas Jaang.(bhc/gaj) |