JAKARTA, Berita HUKUM - Selepas Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, mendeklarasikan diri sebagai calon Presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Rumah Si Pitung, Marunda, Jakarta Utara, Jumat, 14 Maret 2014, yang lalu. Setelah mendapat gugatan dari tim Advokasi Jakarta Baru terkait majunya Jokowi, kembali dari warga Betawi dan Ahli waris Si Pitung, Jokowi yang sapaan Joko Widodo, menuai protes keras atas deklarisinya di Marunda sebagai lambang perlawanan.
Tokoh Betawi bernama Muhammad Rifqi atau biasa disapa Eki Pitung. Pria yang mengaku cicit dari guru Si Pitung itu menyebutkan bahwa, filosofi yang diucapkan Jokowi sebagai lambang perlawanan itu salah kaprah.
Karena menurutnya perlawanan yang diperjuangkan Si Pitung itu adalah melawan penjajahan Belanda. Bukan perlawanan dalam pencapresan dan perlawanan terhadap bangsa tau masyarakatnya sendiri.
Eki Pitung pun meminta kepada Jokowi supaya segera meminta maaf atas perbuatannya yang berani mendeklarasikan diri sebagai calon presiden di Rumah Si Pitung.
Menanggapi hal itu, Jokowi menceba menjelaskan, bahwa permintaan Eki Pitung itu adalah hal yang salah kaprah. Karena menurut Jokowi, perlawanan yang dia maksudkan adalah bukan perlawanan terhadap calon presiden dari partai lainnya. Tapi, perlawanan melawan kemiskinan.
"Maksudnya kan simbol perlawanan terhadap kemiskinan, Neo Liberalisme, kebodohan, kok lawan capres lain. Itu salah kaprah," kata Jokowi di Bandar Lampung, Sabtu (23/3).
Jokowi mengaku, filosofi perlawanan tersebut sama sekali tidak mengarah pada perlawanan terhadap bangsa sendiri, kemudian perlawanan terhadap calon presiden yang menjadi kompetitor diri dan kompetitor partainya.
"Masa perlawanan terhadap capres. Bukan terhadap itu maksud saya," kilah Jokowi.(bhc/viva/dar) |