GORONTALO, Berita HUKUM - Peringatan hari Pers International yang jatuh pada hari ini, Jumat (3/5), para wartawan Gorontalo menggelar kampanye sebagai bentuk desakan kepada aparat penegak hukum untuk mengusust tuntas semua kasus dan kekerasan yang dialami wartawan di daerah ini. Tiga organisasi jurnalis Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) melakukan aksi jalan mundur sebagai simbol kemunduran pers di Indonesia dan tutup mulut bentuk dari banyaknya kasus kekerasan dan pembungkaman terhadap pers.
Koordinator Advokasi AJI Kota Gorontalo, Christopel Paino mengatakan, telah terjadi kemunduran dalam kebebasan pers di Indonesia, sejak ditetapkan pada tanggal 23 September 1999 oleh Presiden Indonesia BJ Habibie yang telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), yang mencabut wewenang pemerintah untuk menyensor dan membredel pers.
"Meski kebebasan pers telah dinikmati para jurnalis, pemerintah dan juga aparat penegak hukum, terus menjalankan praktik impunitas atau melindungi para pelaku kekerasan dan juga pembunuhan terhadap jurnalis dari jeratan hukum," ujarnya.
Dikatakannya, banyaknya tindakan dan kriminalisasi terhadap pers, maka tiga organisasi wartawan ini menyatakan sejumlah sikap, yaitu, mendesak aparat hukum di Gorontalo agar segera mengadili para pelaku penyerangan kantor TVRI dan juga Mimoza TV, mendesak agar segera mengadili pelaku kekerasan terhadap jurnalis TVRI, Iksan Nento, Farid Utina/Trans 7. Rully Lamus/Antv, Andri Arnold/Metro TV, dan Agus Limehu/Mimoza TV, kemudian, mengingatkan kepada publik dan pihak berwenang untuk ikut melindungi jurnalis dan menjaga jurnalisme dan jurnalis agar merdeka dari tekanan, serta, publik untuk ikut mengontrol prilaku jurnalis dari media massa dan melaporkannya ke Dewan Pers jika menemukan jurnalis dan atau media massa yang melanggar kode etik.
Seperti diketahui, pada 25 Maret silam, Kantor TVRI Gorontalo diserang oleh sekelompok masa dan salah seorang reporter TVRI, Ichsan Nento ditendang dan dipukuli di wajah yang saat itu berupaya mencegah masa untuk tidak masuk ke ke studio yang saat ini sedang melakukan penyiaran, dan polisi, baik yang berseragam dan berpakaian sipil yang sejak awal ikut mengawal rombongan massa, tidak melakukan tindakan apapun. Pada saat yang bersamaan wartawan kontributor TV juga ikut mendapat ancaman dan perampasan kamera oleh massa. Wartawan yang mendapat ancaman itu adalah Rully Lamusu/ANTV, Farid Utina/Trans7, Andri Arnold/Metro Tv, dan Agus Limehu/Mimoza TV. Andri Arnold didatangi sejumlah orang yang merupakan bagian dari massa dan diminta untuk menghapus rekaman kameranya.
Sebelumnya, pada tanggal 25 September, kantor Mimoza TV juga ikut menjadi korban kekerasan oleh sekelompok massa. Ketika itu Mimoza TVsedang melangsungkan dialog tentang dualisme kepemimpinan di tubuh partai Golkar Kota Gorontalo secara live. Namun sebelum dialog itu selesai, tiba-tiba sekelompok massa mendatangi studio dan mematikan siaran di ruang kontrol. Tak puas dengan aksi itu, beberapa karyawan Mimoza TV dipukuli dan juga wartawannya diancam. Bahkan, dalam penyerangan itu, narasumber pada dialog yakni ketua lembaga legislatif di Kota Gorontalo ditikam dengan pisau oleh pelaku penyerangan.(bhc/shs) |