MEDAN, Berita HUKUM - APBD pada dasarnya memuat rencana keuangan yang diperoleh dan digunakan Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangannya untuk penyelenggaraan pelayanan umum dalam satu tahun, anggaran hal ini dikatakan oleh Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Utara Rurita Ningrum kepada wartawan di Medan.
Ruri juga menambahkan, ”Sesuai dengan pendekatan kinerja yang digunakan dalam penyusunan APBD, setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atas hasil yang diharapkan dapat dicapai,” ujarnya, Selasa (8/1).
Lanjutnya lagi, anggaran yang sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai hanya menyisakan anggaran yang relatif kecil untuk pembiayaan pembangunan. Tanpa pengawasan yang berkesinambungan, penyelewengan APBD yang melibatkan kongkalingkong antara anggota Dewan, kalangan eksekutif, pengusaha dan pemangku kepentingan lain yang terkait dengan APBD akan terus terjadi dengan modus-modus yang makin canggih.
Ditegaskan Ruri, “masih banyak hal yang menyebabkan bahwa suatu pemerintahan daerah tidak membawa dampak apapun bagi masyarakatnya selain daripada sebagai fungsi melayani ini masih terlihat dari belanja yang ternyata masih banyak daerah lebih berat membiayai gaji pegawainya daripada belanja modal atau yang kita sebut juga belanja langsung kepada kebutuhan masyarakat, kiranya apa yang kami sajikan ini dapat menjadi pengetahuan bagi seluruh masyarakat Sumatera Utara," tegasnya.
Dijelakannya, ada 10 daerah dengan PAD (Pendapatan Asli Daerah) terkecil di Sumatera Utara tahun 2012 dan terancam bangkrut antara lain: kab. Nias selatan 1,6%, kab. Nias barat 1,9%, kota gunung sitoli 2%, kab. Phakpak barat 2,1%, kab. Tapanuli utara 2,1%, kab. Humbang hasundutan 2,1%, kab. Labuhan batu utara 2,5%, kab. Padanglawas utara 2,6%, kab. Batubara 2,8%, dan kab. Nias selatan 2,9% .(bhc/nco) |