JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Sedikitnya 600 petani dari 20 desa di Kabupaten Ogan Ilir (OI) yang bersengketa dengan PTPN VII hari ini Minggu, 1 Juli 2012 telah sampai ke Jakarta menuntut pengembalian lahan mereka yang diserobot PTPN VII unit Cinta Manis. Upaya mereka membawa masalah ini ke level nasional tak lain untuk mendapatkan kejelasan masalah perebutan lahan tersebut yang sudah terjadi sejak 30 tahun silam.
Aksi ini, dalam rangka melanjutkan rangkaian aksi – aksi yang sudah dilakukan sebelumnya mulai tingkat lokal, daerah dan tingkat propinsi dan aksi penguasaan lapangan yang dilakukan di tingkat desa.
Aksi ini juga untuk memperkuat apa yang sudah direkomendasikan oleh Pemerintah Daerah. Kaitan dengan nasional adalah kaitan proses dengan dilapangan dimana saat ini masyarakat sudah melakukan pematokan lahan.
Rencana Aksi : Hari Senin, 2 Juli 2012, petani mengepung BPN-RI, dan Mabes Polri. Rombongan petani mendatangi BPN-RI sebab penyerobotan tanah mereka yang dilakukan oleh BPN jangan sampai dijadikan Hak Guna Usaha (HGU) oleh BPN. Sebab, sampai sekarang, menurut BPN Kanwil Sumsel tanah tersebut belum didaftarkan dan diterbitkan HGU oleh BPN karena sedang bersengketa dengan masyarakat.
Target di BPN adalah memastikan aset-aset PTPN VII berapa ha yang sudah di HGU kan. Lahan-lahan yang sudah HGU agar dilakukan audit. Selanjutnya, menuntut agar tanah-tanah masyarakat dikembalikan melalui proses land reform, di luar tersebut aga )
Selanjutnya, di Mabes Polri peserta aksi akan menyampaikan tuntutan agar kepolisian tidak melibatkan diri dalam konflik pertanahan. Sebab, ketika kepolisian terlibat justru terjadi kriminalisasi kepada para petani yang sedang memperjuangkan tanahnya.
Hari Selasa, 3 Juli 2012, Aksi akan dilangsungkan di Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN dan akan menginap di BUMN. Aksi ini bertujuan untuk memastikan agar lahan-lahan tersebut dikembalikan kepada rakyat dan kementerian BUMN dan kedua kementerian melakukan audit terhadap laporan pendapatan perusahaan yang disetorkan kepada negara.
Menurut dokumen, 20.000 hektar lahan usaha yang dikerjakan PTPN VII, hanya 6.500 hektar yang mempunyai sertifikat. Tata cara pengelolaan lahan semacam ini berpotensi merugikan negara. Sebab, pembayaran pajak bumi dan bangunan, pajak pendapatan perusahaan bisa dimanipulasi sedemikian rupa.
Hari Rabu, 4 Juli 2012, Peserta aksi, pada pagi hari akan terus melanjutkan aksi di kementerian BUMN dan akan meneruskan ke Istana Negara.
Aksi ini bertujuan untuk mendesak pemerintah melakukan segara reforma agraria yang selama ini dijanjikan presiden.
Hari Kamis, 5 Juli 2012, Aksi di lanjutkan di KPK untuk melaporkan modus-modus korupsi yang kerap dilakukan ditingkat perkebunan Negara supaya ditindak lanjuti oleh KPK.
Modus yang kerap dilakakukan adalah:
1.Lahan yang dikuasai dan dikerjakan jauh lebih luas dari HGU yang ada (potensi pajak yang dilaporkan lebih kecil dari pendapatan yang sebenarnya).
2.Sisa lahan yang tidak dilaporkan keuntungannya kerap dipakai untuk melakukan penyuapan di kalangan pemerintah, parlemen, partai politik dan BUMN sendiri.
3.Lahan dikerjasamakan dengan pihak ketiga yang sebenarnya adalah oknum-oknum perusahaan sendiri.
Setelah aksi di KPK, peserta aksi akan melanjutkan aksi di DPR RI untuk mendesak agar DPR menindaklanjuti segera janji membentuk Pansus Konflik Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang dijanjikan sebelumnya. Aksi ini juga meminta Panja Pertanahan DPR segera menindaklanjuti laporan warga untuk segera menyelesaikan konflik. (bhc/rat/wal)
|