JAKARTA, Berita HUKUM - Perseteruan dua kubu di Partai Golkar kini memasuki babak baru dan kian memanas, dengan baru diterbitkannya keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly memenangkan salah satu kubu kepengurusan DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono. Terkait keputusan Menkumham tersebut, kubu Aburizal Bakrie (ARB) sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada, Rabu (11/3) siang memberikan pernyataan melalui media sosial twitternya Aburizal Bakrie @aburizalbakrie, yang kini dengan 586.436 followers menuliskan bahwa :
1. Kami menilai keputusan Menkumham yg memenangkan kubu Agung Laksono adalah keputusan politik.
2. Kenapa keputusan politik? Karena secara hukum blm ada keputusan, dan gugatan kami di pengadilan Jakarta Barat masih berproses.
3. Argumen Menkumham bahwa keputusannya berdasarkan keputusan Mahkamah Partai jg mengada-ada. Krn MP tdk pernah memenangkan kubu Agung.
4. Mahkamah Partai tdk bisa menghasilkan keputusan karena beda pendapat. Jd keputusan MP mana yg diacu Menkumham?
5. Selain itu, dari surat Menkumham juga jadi pertanyaan kepada siapa surat Menkumham itu diajukan?
6. Bukankah berdasarkan surat Menkumham sendiri, yg terdaftar sampai sekarang adalah DPP hasil munas Riau, jadi harusnya ditujukan ke saya.
7. Lalu timbul juga pertanyaan: apakah boleh Menkumham memerintahkan partai menyusun kepengurusan?
8. Jadi sekali lagi keputusan Menkumham itu bersifat politis dan bukan hukum. Ini mencederai rasa keadilan dan demokrasi.
9. Krn itu DPP Partai Golkar tdk akan tinggal diam & akan segera menggugat keputusan cacat hukum itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
10. Gugatan hukum di Pengadilan Jakarta Barat, juga akan terus berjalan.
11. Mudah-mudahan keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan politik tersebut bisa diluruskan oleh pengadilan.
Sementara, terkait keputusan Menkumham yang dituding menghalalkan segala cara ini, Para pimpinan Koalisi Merah Putih (KMP) sepakat menilai keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengakui Golkar versi Munas Ancol adalah bentuk intervensi dan memecah belah KMP.
Pernyataan keras itu juga muncul dari Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang menggelar pertemuan di rumahnya di Hambalang, Bogor, Rabu (10/3).
“Saudara-saudara, setelah memperhatikan dengan seksama kebijakan dari Pemerintah Jokowi, terutama politik intervensi dari Menkum HAM yang nyata-nyata berupaya memecah belah bangsa ini, maka kami berkumpul dan menyatakan sikap bersama presidium KMP,” tegas Prabowo.
Menurut Prabowo, pemerintahan Jokowi-JK sudah memaksakan kehendak guna memperoleh dukungan parlemen dengan cara memecah belah KMP dengan cara yang nista.
Prabowo juga menyebut Menkumham Yasonna H Laoly telah menghalalkan segala cara termasuk melawan Undang-undang.
Ia menyebut, ada standar ganda yang dipamerkan oleh Menkumham Laoly, yakni saat PPP Djan Faridz sudah menang di PTUN , namun hingga kini masih tidak dikeluarkan SK Pengesahannya.
“Sementara Golkar yang masih berkonflik malah justru dikeluarkan SK pengesahannya. Hal ini secara terang benderang Menkumham melawan UU Partai Politik,” tandas mantan Danjen Kopassus itu.
Prabowo juga mengajak KMP sepakat untuk memboikot pelaksanaan Pilkada 2015. Ia menegaskan, Presidium KMP dengan dukungan 67% anggota parlemen menyatakan memboikot pelaksanaan Pilkada 2015.
“Kami tidak ikut bertanggungjawab atas proses Pilkada tersebut. Kami juga tidak mengakui hasil Pilkada 2015 hingga Menkumham mencabut kebijakan intervensi dalam proses dinamika politik di PPP dan Golkar,” tegasnya.
KMP, kata Prabowo, mendesak dilakukan hak angket atas kebijakan intervensi dan pecah belah oleh Menkumham Yasonna Laoly. Karena akibat intervensi tersebut, sesama saudara sebangsa berada di ambang perang saudara.
“Semua ini harus diakhiri atau Jokowi Presiden akan dimakzulkan,” tandas Prabowo.(jur3/sicom/bhc/sya) |