JAKARTA, Berita HUKUM - Pakar otonomi daerah dan politik lokal, Djohermansyah Djohan didapuk sebagai ahli yang diutus oleh Pemerintah dalam sidang Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) No. 60/PUUXIV/2016 yang dimohonkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Kamis (6/10). Dalam keterangannya, Djohermansyah menegaskan petahana wajib cuti saat kampanye untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, Djohermansyah menyampaikan ketentuan wajib cuti kampanye bagi petahana sudah sesuai dengan level demokrasi di Indonesia. Menurutnya, level demokrasi di Indonesia masih terhitung "balita". Sehingga, masih diperlukan banyak rambu-rambu berupa regulasi seperti Pasal 70 ayat (3) huruf a UU Pilkada yang mewajibkan cuti kampanye bagi petahana.
"Jalan keluar solusi yang bijaksana lebih sesuai dengan level demokrasi dalam sistem pemerintahan daerah kita yang masih bayi, masih infant, baru 10 tahun, masih banyak memerlukan proteksi berupa pagar-pagar dan rambu-rambu regulasi sampai dengan terbangunnya sistem yang baku. Dan telah diformulasi cukup baik oleh Pemerintah bersama DPR RI dalam Pasal 70 ayat (3) huruf a, yaitu cuti di luar tanggungan negara selama masa kampanye bagi petahana," ujar Djohermansyah.
Lebih lanjut Djohermansyah menjelaskan bahwa sejak 2005, terjadi distorsi dalam penerapan otonomi daerah, khususnya terkait pelaksanaan pilkada. Salah satunya, perilaku buruk petahana dalam penyelenggaraan pilkada yang menggelisahkan pemerintah. Padahal, otonomi daerah dimaksudkan untuk menyejahterakan rakyat dan meningkatkan pelayanan publik.
Menurut Djohermansyah, berbagai kebijakan terkait pilkada sudah secara komprehensif dilakukan oleh Pemerintah dan DPR. Pengaturan pilkada yang sumir telah diubah, perbaikan kebijakan secara parsial juga ditempuh pemerintah terkait abuse of power, hingga pemotongan politik dinasti dan trading influence petahana juga telah dilakukan. Saat ini, salah satu cara pencegahan abuse of power oleh petahana yakni dengan memasukkan ketentuan wajib cuti kampanye bagi petahana.
"Ketentuan ini adalah bagian sebetulnya dari electoral proses pilkada, bukan pemotongan masa jabatan. Setelah kampanye selesai, petahana kembali bisa duduk di kursi jabatannya," tegas Djohermansyah.
Delegasi Kewenangan Keuangan
Masih dalam kesempatan sidang yang sama, Djohermansyah menyampaikan keterangan terkait kekhawatiran Pemohon akan pendelegasian kewenangan keuangan selagi petahana cuti. Menurut Djohermansyah, Pemerintah Pusat melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 telah mengatur ditunjuknya pelaksana tugas (Plt) Gubernur dari Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Dalam Negeri atau dari pemda provinsi yang bersangkutan.
Plt gubernur juga berwenang menangani Perda APBD maupun Perda Organisasi Perangkat Daerah termasuk tugas harian gubernur sebagai kepala pemerintahan daerah, tanpa perlu khawatir program prioritas gubernur petahana diabaikan. "Menteri Dalam Negeri sendiri akan mengangkat Plt dari pejabat terbaik dan bebas dari conflict of interest dalam pilkada," jamin Djohermansyah.
Di ahkir penjelasannya, Djohermansyah meminta agar Mahkamah tetap mempertahankan ketentuan cuti kampanye bagi petahana dalam UU Pilkada. Sebab, ketentuan tersebut dirasa Djohermansyah lebih banyak manfaatnya dibanding kerusakan yang ditimbulkannya.(YustiNurulAgustin/lul/MK/bh/sya) |