DEPOK, Berita HUKUM - Kepolisian Resor Depok akhirnya merilis kesimpulan penyebab kematian Akseyna Ahad Dori, mahasiswa Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. “Akseyna tewas dibunuh,” kata Kepala Polres Depok Komisaris Besar Ahmad Subarkah di Jakarta, Senin (4/5) lalu.
Menurut Kombes Pol Subarkah, kesimpulan itu didapat dari analisis barang bukti dan pemeriksaan saksi-saksi selama sebulan. Namun, mengenai apa saja bukti kuat atas kesimpulan itu, Kombes Pol Subarkah belum mau mengungkapkannya. Penyelidikan polisi juga belum mengarah pada pelaku pembunuhan.
Akseyna, 18 tahun, ditemukan mengambang di Danau Kenanga di kampusnya pada 26 Maret lalu. Saat ditemukan, pada jasadnya masih menempel tas yang berisi batu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Depok Komisaris Teguh Nugroho menambahkan, dugaan kematian Akseyna karena bunuh diri terbantahkan karena cara kematiannya yang rumit. Menurut dia, seseorang yang bunuh diri biasanya memakai cara termudah untuk mengakhiri hidup.
Kompol Teguh, yang baru dua pekan menjabat Kepala Satuan Reserse, tak mau berspekulasi lebih jauh. Para penyidik, kata Kompol Teguh, sedang merampungkan analisis penyelidikan. “Dalam dua pekan kami rampungkan.”
Kesimpulan polisi itu didapat setelah ahli forensik Universitas Indonesia turun tangan membantu menganalisis pemeriksaan otopsi jenazah Akseyna. Sebelumnya, polisi meyakini Akseyna tewas bunuh diri. Kesimpulan itu didasarkan pada surat perpisahan yang diduga ditulisnya dengan permintaan agar kepergiannya tak dicari.
Namun dugaan polisi itu patah oleh pernyataan orang tua Akseyna. Ayah Akseyna, Kolonel Sus Mardoto, yang tinggal di Yogyakarta, mengatakan tulisan tangan surat perpisahan dalam bahasa Inggris itu tak sama dengan tulisan tangan anaknya yang ia kenal. Ia menduga anaknya dibunuh karena terdapat sejumlah luka memar pada tubuhnya.
Grafolog dari American Handwriting Analysis Foundation, Deborah Dewi, setuju dengan kejanggalan yang disampaikan Mardoto. Pada akun Twitter-nya, ia menganalisis bahwa ada perbedaan mencolok antara tulisan Akseyna dan tulisan pada surat perpisahan. Pada surat perpisahan, huruf-hurufnya tegak, sementara pada catatan lain miring ke kanan.
Huruf “G” yang khas dalam tulisan Akseyna, yang mengulang garis di dekat kepala, juga tak ditemukan dalam surat. Kemiringan tanda tangan juga berbeda.
Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian Metro Jakarta Komisaris Besar Musyafak mengkonfirmasi luka memar pada tubuh Akseyna. Namun ia tak menyimpulkan sumber luka-luka itu. “Bisa karena dipukul atau terbentur,” tuturnya. Dari hasil pemeriksaan forensik, menurut Kombes Pol Musyafak, Akseyna masih bernapas saat berada di dalam air. Hal itu diketahui dari pasir yang ada pada paru-parunya.
Sementara, Sedari awal, pihak keluarga Ace memang menduga ada yang ganjil dalam kasus tersebut. Kolonel Sus Mardoto, ayah Ace dalam wawancara kepada radio Elshinta (4/5) menyatakan ada kejanggalan dalam kasus kematian Ace yang diduga bunuh diri. Kejanggalan paling kuat terletak pada surat perpisahan yang diduga dibuat Ace. Mardoto menyatakan tulisan dan tanda tangan dalam surat yang ditemukan di dinding kamar kos Ace berbeda dengan tulisan dan tanda tangan anaknya. Mardoto juga merasa anaknya tidak memiliki alasan untuk bunuh diri karena intensitas komunikasi yang mereka jalin dan juga karakter dan mental Ace yang diketahui sangat kuat.
Itu sebabnya Mardoto merasa penyebab kematian anaknya yang tidak wajar bukan bunuh diri, tetapi dibunuh. Tidak hanya itu, Mardoto juga mengungkapkan bahwa dirinya sudah memiliki dugaan siapa pelaku pembunuhan Ace. Bahkan, ia sudah memiliki nama yang diduga kuat menjadi pembunuh anaknya. Walaupun tidak mau menyebutkan siapa pembunuh dengan alasan tidak ingin mendahului tim penyidik, Mardoto menyatakan bahwa besar kemungkinan pelaku adalah orang yang mengenal dan dikenal Ace.
Pada 28 Maret 2015, Akseyna ditemukan tewas mengambang di danau Kenanga yang terletak di lingkungan kampus UI. Saat ditemukan, jenazah mahasiswa semester IV yang pernah menjadi peserta Olimpiade Biologi itu berpakaian lengkap dan menggendong tas ransel. Yang ganjil, tas berisi bongkahan batu yang cukup berat. Pada jenazah Akseyna juga ditemukan luka lebam di beberapa bagian tubuh. Diduga batu-batu itu digunakan untuk menenggelamkan Akseyna. Tidak hanya itu, Akseyna ‘meninggalkan’ surat perpisahan berbahasa Inggris yang ditemukan di tembok kamar kosnya.(fb/PoLdaMetroJaya/elshinta/bh/sya) |