JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Arus urbanisasi ke kota besar seringkali berdampak negative. Selain menimbulkan pengangguran, tingkat kriminalitas menjadi aspek yang berpotensi meningkat. Salah satunya disebabkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang tidak memaksimalkan program untuk meningkatkan produktivitas para buruh migran.
"Buruh migran Indonesia yang magang di luar negeri, tak punya implementasi teknologi yang diserap dari sana. Kalau pemerintah mempunyai program bagi buruh Indonesia agar bisa mengimplementasikan itu di Tanah Airm setidaknya urbanisasi bisa ditekan. Ini yang tak pernah dipikirkan pemerintah, khususnya Kemenakertrans," jelasnya pengamat Urbanisasi International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Wahyu Susilo dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (10/9).
Menurut dia, penduduk desa takkan bisa bertahan, bila support Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM) hanya batas minimal yang tidak sampai meningkatkan kesejahteraan. Hal ini sangat penting, karena dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. “Faktor yang juga harus mendapat perhatian penting dari pemerintah,” imbuh Wahyu.
Sementara pakar demografi UI Sonny Harry B Harmadi berpendapat, gaya hidup merupakan faktor utama pemicu arus urbanisasi. Di desa untuk mencari pekerjaan alternatif selain menjadi petani sangatlah susah, sehingga pemuda desa yang berumur produktif tergiur mencari pekerjaan di kota, ketika melihat gaya hidup kota di media televisi.
”Gaya hidup yang dilihat di televisi menjadi contoh bahwa kehidupan di perkotaan merupakan kehidupan yang layak ketimbang di pedesaan, bukan sektor pertanian, maka dari itu umur produktif, si pencari kerja berbondong-bondong ke kota mencari kehidupan yang layak,“ ungkapnya.
Usia produktif, jelas dia, sudah pasti enggan bekerja di sektor pertanian. Hal ini bisa dilihat usia petani banyak berusia tua dan tidak produktif lagi. ”Yang muda tidak mau masuk ke sektor pertanian. Jadi yang menjadi petani tetap yang tua. Jika harapan bekerja di perkotaan gagal, maka akan menimbulkan masalah sosial, seperti pengangguran dan kriminal,“ tutur Sonny.
Dua Faktor
Sedangkan Wakil Ketua DPD La Ode Ida memaparkan bahwa motif ekonomi dan perkiraan kehidupan kota lebih baik merupakan dua faktor pemicu arus urbanisasi. ”Fenomena urbanisasi ketika harapan tinggal di desa sangat kecil, motif dan ekspektasi hidup lebih baik itu faktor utama arus urbanisasi,“ katanya
Menurutnya fenomena urbanisasi tidak bisa dicegah. Hal ini ditimbulkan akibat pertumbuhan industri di luar pulau Jawa sangat jarang, sehingga masyarakat terpicu untuk mencari kerja di Jawa dan Jakarta. ”Sektor industri tidak berkembang di luar Jawa, sehingga masyarakat pedesaan di luar Jawa mencari sendiri untuk kehidupan ekonominya,“ ucapnya.
Selain itu, gaya hidup perkotaan juga menjadi faktor pemicu masyarakat desa tergiur datang ke kota. Pemerintah pun diminta untuk membangun infrastruktur serta pelayanan publik di pedesaan dengan lebih baik. ”Tapi yang terjadi sekarang, infrastruktur yang dibangun di Jawa maupun di luar Jawa, terjadi korupsi di mana-mana, ini sangat disayangkan sekali,“ ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Menkokesra Agung Laksono mengatakan, pemerintah telah menyiapkan beberapa penangkal sebagai upaya menangani permasalahan urbanisasi yang kerap terjadi pasca-Hari Raya Idul Fitri. “Program penangkal tersebut akan melengkapi program yang biasa dilakukan setiap tahunnya untuk mengatasi arus urbanisasi yang terjadi setiap usai Hari Raya Idul Fitri,” ujarnya.
Salah satu upaya yang biasa dilakukan pemerintah, yakni dengan mengeluarkan imbauan bagi masyarakat untuk tidak membawa orang baru saat arus balik Lebaran. Untuk melengkapi upaya tersebut, pemerintah akan melakukan pemberdayaan masyarakat di daerah. Upaya lain yang dilakukan, yakni dengan melakukan percepatan ekonomi di daerah melalui program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
“Dengan program tersebut pertumbuhan ekonomi tidak hanya terpusat di kota, melainkan perlu didorong dan dikembangkan di daerah-daerah. Jadi konsepnya bukan lagi bangun perkotaan, namun penyebaran pusat pertumbuhan ekonomi di daerah,” tuturnya.
Ditambahkan, penanganan urbanisasi pada setiap tahunnya belum 100 persen berjalan dengan baik. Meski demikian, upaya yang dilakukan terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya, yakni dengan semakin menurunnya angka pengangguran di Indonesia sekitar 6-7%. “Di negara maju saja seperti Amerika, berdasarkan data saat ini tingkat penganggurannya mencapai 9%. Jadi kalau dibilang sama sekali tidak ada kemajuan, tidak bisa disebutkan seperti itu,” kata kader Partai Golkar ini.(inc/rob/irw)
|