JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2013 tentang partisipasi masyarakat yang mewajibkan para lembaga survei mendaftarkan diri ke KPU dan mengatur pengumuman hasil quick count. Terkait kebijakan itu, anggota KPU Sigit Pamungkas menegaskan hal itu dalam rangka melaksanakan undang-undang.
"KPU adalah pelaksana undang-undang. KPU melakukan standar internasional bagaimana suatu survei bisa dipertanggungjawabkan di publik," kata Sigit di Gedung KPU, Jakarta, Selasa 28 Januari 2014.
Sigit mengemukakan lembaga survei/ quick count baru bisa diumumkan 2 jam Waktu Indonesia bagian Barat (WIB) setelah pemungutan suara merupakan perintah undang-undang. Demikian juga dengan larangan survei di masa tenang.
"Pilpres memang memuat hal yang sejenis. Undang-undang itu sudah di-judicial review, pasal itu dibatalkan, tapi untuk Pemilu berbeda," ujarnya, seperti dilansir dari viva.co.id.
Sigit menjelaskan objek judicial review pada 2009 itu terbatas kepada Undang-undang Pilpres. Oleh karena itu, pemilu tetap merujuk pada aturan tersebut.
"Meski sudah di-judicial review secara substansif tapi KPU tidak bisa mengikuti KPU karena objeknya berbeda," imbuhnya.
Sigit melanjutkan, KPU menggunakan standar internasional untuk mengatur lembaga survei. Misalnya, dalam mengumumkan hasil survei mereka harus mencantumkan metodologi, memberitahu bahwa survei bukan hasil resmi dan lain-lain.
"Lembaga survei tidak boleh melakukan survei pada masa tenang atau lebih cepat sebelum 2 jam. Ada pidananya juga," ucapnya.(vvc/bhc/rby) |