MEDAN, Berita HUKUM - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai upaya penyidik Kepolisian Daerah Sumatera Utara untuk mengungkap dugaan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dengan didasari hanya pada hasil audit BPKP belum bisa dijadikan sebagai bukti awal untuk menuduh atau menyangka seseorang pejabat atau aparatur pemerintah/BUMD melakukan korupsi.
"Tindakan penyidik kepolisian itu salah kaprah, tidak memahami hierarkhi perundang-undang kita, kalaulah pejabat pemerintahan pemprovsu itu ditangkap dan ditahan oleh penyidik kepolisian atas dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan hasil audit BPKP, berarti penyidikan itu adalah cacat hukum dan tidak sah, apalagi sampai dengan menangkap dan menahan pejabat yang diusut, tentu sudah melanggar hukum," ujar Wakil Direktur LBH Medan, M Khaidir Harahap, Senin (13/5).
Khaidir mengatakan itu karena aturan berlaku bahwa BPKP bukan lembaga yang memiliki kewenangan dalam melaporkan adanya dugaan korupsi sesuai dengan pasal 44 Keppres Nomor 31 Tahun 1983.
Dimana pada pokoknya menyatakan bahwa apabila dari hasil pemeriksaan diperkirakan terdapat unsur tindak pidana korupsi, maka Kepala BPKP melaporkannya kepada Jaksa Agung.
"Artinya dalam pasal ini menyatakan mekanisme pelaporan harus terlebih dahulu melalui Jaksa Agung, bukan langsung seperti dilakukan pihak penyidik Poldasu," tegasnya.
Tambahnya, jika hal ini tidak dilaksanakan, maka penyidikan tersebut dapat dikualifisir cacat hukum dan tidak sah sesuai pasal 2 Keppres No. 31 Tahun 1983 tentang tugas pokok dari BPKP itu adalah mempersiapkan perumusan kebijaksanaan pengawasan keuangan dan pembangunan, menyelenggarakan pengawasan umum atas penguasaan dan pengurusan keuangan dan menyelenggarakan pengawasan pembangunan.
Sedangkan fungsi dari BPKP seperti yang dimaksud pasal 3 Keppres No. 31 Tahun 1983, salah satunya adalah memonitor pelaksanaan rencana pengawasan dan mengadakan analisa atas hasil pengawasan seluruh aparat Pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Tidak ada satupun pasal dalam KEPPRES 31 Tahun 1983 menyatakan dengan tegas BPKP berwenang secara langsung dalam melaporkan adanya kerugian negara karena korupsi kepada pihak penyidik Polri," tegas Khaidir.
Masih kata Khaidir, sesuai dengan UU, kewenangan secara hukum yang berhak memeriksa adanya dugaan kerugian negara dalam perkara Tipikor adalah BPK.
Hal ini sesuai dengan pasal 8 ayat (3) UU Nomor 15 Tahun 2006, yang menyatakan apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.
Kemudian, sesuai dengan pasal 10 UU BPK menjelaskan bahwa BPK mempunyai kewenangan untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai oleh badan yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
"Sudah jelas, secara hirarkhi perundang-undangan keberadaan UU BPK lebih tinggi dibanding Keppres tentang BPKP, kalaupun hal ini tidak dilaksanakan dan pihak penyidik Poldasu tetap memaksakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi dengan berdasarkan laporan BPKP untuk menjerat dengan sangkaan korupsi, maka kita menduga ada konspirasi serta kepentingan politik terkait dengan pejabat dan orang-orang penting di lingkungan Pemprovsu dengan cara mendalihkan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi," jelas Khaidir.
Lanjut Khaidir, LBH Medan menilai bahwa tindakan penyelidikan dan penyidikan oleh Poldasu terhadap dugaan tindak pidana korupsiterkesan Premature (dipaksakan), belum berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dalam hal ini adalah hasil pemeriksaan dari pihak BPK.
"LBH Medan juga berharap agar penyidik Poldasu dalam melakukan lidik dan idik dugaan tindak pidana korupsi terhadap pejabat Pemprovsu atau BUMD harus benar-benar objektif, sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku agar penegakkan hukum itu memang untuk menciptakan rasa keadilan yang sesungguhnya tanpa ada keberpihakan dan unsur-unsur kepentingan lain," kata Khaidir mengakhiri.(bhc/and) |