JAKARTA, Berita HUKUM - Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf mengatakan, Australia harus menuntaskan investigasi terhadap dugaan kejahatan pembunuhan terhadap warga sipil Afghanistan yang dilakukan prajurit pasukan khususnya di Afghanistan.
Dalam sebuah konflik bersenjata, lanjut Al Araf, Hukum HAM Internasional mengenal adanya pembedaan yakni kombatan dan non kombatan.
"Warga sipil adalah bagian dari Non Kombatan yang harus dilindungi dan tidak boleh menjadi sasaran sengketa bersenjata. Pembunuhan terhadap 39 warga sipil Afganistan oleh tentara Australia adalah pelanggaran HAM Internasional," terang Al Araf, Jum'at (25/12).
Di sisi lain, Al Araf juga menyampaikan, hendaknya kasus tersebut menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam menyikapi dugaan pelanggaran HAM di dalam negeri.
"Seperti kasus penembakan Pendeta Yeremia di Kabupaten Intan Jaya," ujarnya.
Seperti diketahui, sejak sepekan terakhir, berbagai media di Australia dan Dunia Barat memberitakan kasus pembunuhan 39 warga sipil Afganistan oleh Pasukan Khusus Australia di Afganistan yang terjadi beberapa tahun silam dan baru terungkap.
"Pengiriman pasukan asing ke suatu negara maksudnya untuk melindungi HAM warga setempat walau pada praktek bisa terjadi pelanggaran di tingkat lapangan," papar Al Araf.
Kasus pembunuhan 39 warga sipil Afganistan dalam laporan BBC tanggal 27 November 2020 menjelaskan, kasus pembunuhan terjadi dalam kurun 2009-2013 yang melibatkan 13 anggota Pasukan Khusus - Special Air Service (SAS) yang ditempatkan di Afganistan. BBC melaporkan 25 prajurit SAS terlibat langsung atau membantu pembunuhan 39 warga sipil Afganistan dalam 23 kasus terpisah.
Disebutkan bukti bahwa prajurit SAS junior diberikan kesempatan untuk memiliki pengalaman perdana membunuh manusia, senjata dan beberapa perkakas ditempatkan di dekat jenazah warga Afganistan untuk menutupi kejahatan tersebut, dan ada dua kejahatan kepada warga sipil Afghanistan berupa perlakuan kejam.(rls/bh/amp) |