JAKARTA, Berita HUKUM - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali mencetak sejarah baru dengan melakukan penandatanganan Nota Kesepakatan dan Perjanjian Kerjasama dengan 16 Pemerintah Daerah (Pemda), 1 yayasan, 4 lembaga pendidikan, dan 5 lembaga kesehatan di Aula K.H. Abdurrahman Wahid, BP2MI, Jakarta Selatan, Rabu (8/12)
Sejumlah 16 daerah yang melakukan penandatanganan Nota Kesepakatan yakni Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Asahan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tapin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Buol, Kabupaten Grobogan, dan Kota Banjarmasin.
Selain dengan pejabat pemda, penandatanganan MoU juga dilakukan bersama Yayasan Islam Syekh-Yusuf, Universitas Islam Syekh Yusuf, Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Malang, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Bala Keselamatan Palu, Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Pusaka Mulia Insani, Rumah Sakit (RS) Pelabuhan Jakarta, RS Pelabuhan Cirebon, RS Bhayangkara Tk. II Semarang, RS Mitra Plumbon Cirebon, dan RS Bhakti Asih.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyampaikan, kerjasama ini adalah salah satu perwujudan mandat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, khususnya Pasal 40, 41, dan 42 yang memberikan tanggung jawab dan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam hal pemberdayaan dan pelindungan PMI.
“Kerjasama ini mencakup optimalisasi peran dari masing-masing pihak, baik BP2MI, Pemerintah Daerah, lembaga pendidikan, maupun lembaga kesehatan untuk mendukung pelaksanaan pelindungan PMI,” ujar Benny dalam sambutannya.
Berdasarkan data dari World Bank, ada 9 juta PMI yang saat ini tersebar di 150 negara di dunia. Namun, hanya 4,4 juta PMI yang tercatat di dalam sistem milik BP2MI dan dapat dipastikan telah berangkat secara prosedural, sehingga data mereka tercatat dengan jelas dan berada dalam pelindungan negara.
“Di sisi lain, 4,6 juta PMI lainnya adalah PMI nonprosedural. Sebanyak 90 persen dari mereka adalah korban dari penempatan kerja yang tidak resmi. Saya dapat katakan bahwa Indonesia saat ini sedang berada dalam masa darurat penempatan ilegal PMI, yang dikendalikan oleh para mafia dan sindikat,” pungkas Benny.
Padahal, lanjut Benny, kesempatan bekerja ke luar negeri terbuka sangat besar. Jepang, contohnya, membuka kesempatan untuk 70 ribu tenaga kesehatan dari Indonesia. Namun, saat ini Indonesia baru dapat memenuhi sekitar 4 ribu saja.
“Misalnya di Jepang, penghasilan rata-rata berkisar Rp 22 hingga 30 juta. Jika tidak menjadi Kepala BP2MI, saya sangat tertarik untuk bekerja di luar negeri dengan gaji sebesar itu,” kelakar Benny.(hum/bh/amp) |