JAKARTA, Berita HUKUM - Konektivitas e-KTP dengan sistem integrasi nasional akan masuk dalam program 100 hari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Melalui chip yang terdapat dalam kartu identitas tersebut, semua program pemerintah bisa terakomodir, seperti jaminan kesehatan, beasiswa, hingga bantuan sosial untuk masyarakat.
Berbeda dengan program tiga kartu baru yang digagas capres dan cawapres nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf Amin, dengan menggunakan singgle identity number (NIK) di dalam e-KTP masyarakat tidak perlu lagi mengantongi banyak kartu untuk bermacam situasi.
Hal itu seperti disampaikan Dewan Pakar Ekonomi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Laode Kamaluddin dalam diskusi Integrasi e-KTP, Kartu Sakti Revolusi 4.0 di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Rabu (20/3).
"Di dalam sistim pemetaan yang modern, orang menghindari banyak kartu. Satu kartu dianggap lebih mudah secara manajemen, dari operasional lebih murah dan lebih mudah digunakan," kata Laode.
Dihadapkan dengan konsep integrasi e-KTP ala Prabowo-Sandi, Laode mengatakan, program tiga kartu 'sakti' yang digagas Jokowi menjadi usang. Banyaknya program kartu yang digagas capres inkumben menunjukkan bahwa program tersebut tidak efisien.
"Di masa depan orang mengarah kepada kesederhanaan, secara kartunya itu satu, kemudian fungsinya diperluas. Kalau satu kartu satu fungsi, beratnya itu di manajemennya. Kalau satu kartu fungsi banyak, itu menunjukan bahwa small government kaya dengan fungsi. Sistim pelayanan akan lebih akurat," kata Laode.
Sementara itu, Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi Ferdinand Hutahaean mengatakan, program integarasi e-KTP yang digagas Prabowo-Sandi adalah sesuatu yang mudah dilaksanakan. Sebab, kata Ferdinand, cikal bakal e-KTP adalah mengarah pada identitas tunggal warga negara Indonesia.
"Kalau kita mencontek Amerika di kartu itu nomor jaminan sosial masyarakatnya ada. Kita juga akan menjurus ke sana. Tetapi di tengah jalan karena e-KTP dicampuri kasus, akhirnya berubah. Sekarang Bang Sandi datang dengan gagasan untuk menyempurnakan ini, menjadikan ini menjadi nyata, jadi melakukan ini tidak sulit," kata Ferdinand.
Sementara, Pemerintahan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berkomitmen membuat kebijakan publik berbasis data. Salah satu cara yang akan ditempuh yakni menjadikan kartu tanda penduduk (KTP) sebagai sumber data utama.
Litbang Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Harryadin Mahardika mengatakan, dalam lima tahun terakhir sering kali pemerintah mengambil kebijakan tanpa dasar pemikiran yang kuat. Sehingga kita menjadi saksi seringnya kebijakan itu direvisi atau disesuaikan.
"Sering terjadi impor pangan, banyak masyarakat ditolak berobat di rumah sakit, itu semua terjadi karena kesemerawutan data. Prabowo-Sandi punya komitmen yang jelas terhadap pengambilan kebijakan yang berbasis data," kata Harryadin.
Harryadin mengatakan, salah satu upaya yang akan ditempuh Prabowo-Sandi adalah memperbaiki carut marut data kependudukan. Berbekal data kependudukan yang akurat, Prabowo-Sandi akan mengevaluasi kebijakan pemerintah yang tidak efisien atau bahkan menyusun program-program baru yang dibutuhkan masyarakat.
"Ini yang akan menjadikan pembeda dari pemerintahan saat ini. Pemerintahan ke depan akan bener-bener menjalankan pemerintahan yang bersifat smart governance, bahwa kebijakan itu tidak bisa lagi didasari kepentingan-kepentingan saja atau oleh insting," kata Harryadin.
Haryadin memastikan, saat Prabowo-Sandi mendapatkan mandat dari rakyat pada 17 April 2019, keduanya akan membuat kebijakan yang betul-betul bermanfaat oleh rakyat.
"Oleh karena itu, tanggal 17 April nanti saat Prabowo-Sandi terpilih, kita akan melihat pemimpin yang akan mengambil kebijakan berbasis data secara ilmiah dan menggunakan hati nurani ketika memutuskan untuk mengambil kebijakan tersebut," imbuh Harryadin.(ps/bh/sya) |