JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan setelah empat kali amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), turut membawa perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Termasuk perubahan sistem dan lembaga perwakilan politik di Parlemen, khususnya di lembaga MPR RI.
"Sebelum amandemen keempat, keanggotaan MPR RI terdiri dari anggota DPR, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan. Setelah amandemen keempat, keanggotaan MPR RI hanya terdiri dari anggota DPR RI sebagai representasi partai politik, dan anggota DPD RI sebagai representasi kepentingan daerah. Sedangkan Utusan Golongan dihapuskan. Kini banyak pihak, seperti aspirasi yang pernah disampaikan PP Muhammadiyah, PBNU, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia serta berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya, saat pimpinan MPR melakukan kunjungan silahturahmi kebangsaan akhir tahun 2019 ke para tokoh bangsa. Para tokoh bangsa melihat bahwa unsur Utusan Golongan patut dipertimbangkan untuk hadir kembali dalam keanggotaan MPR RI," ujar Bamsoet dalam Focus Group Discussion (FGD) 'Revitalisasi Lembaga MPR RI', kerjasama MPR RI bersama Aliansi Kebangsaan dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Press Room MPR RI, Jakarta, Senin (4/10/21).
Turut hadir menjadi narasumber antara lain, Anggota MPR/DPD RI Periode 2019-2024 sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie, Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, dan Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latief.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III Bidang Hukum & Keamanan DPR RI ini menambahkan, wacana menghadirkan kembali Utusan Golongan sebagai anggota MPR RI, merupakan wacana menarik yang perlu dielaborasi lebih jauh. Ruang dialektikanya harus dibuka lebar, tidak boleh ditutup apalagi buru-buru ditangkal. Baik yang pro maupun kontra bisa menyampaikan argumentasinya.
"Mengutip argumen Ansel da Lopez, tokoh jurnalis yang juga pernah menjadi anggota DPR/MPR RI, kehadiran Utusan Golongan akan menjadikan MPR RI sebagai lembaga perwakilan yang inklusif, yang mengikutsertakan seluruh unsur dalam masyarakat Indonesia yang plural. Kehadiran Utusan Golongan juga membuat kepentingan masyarakat yang tidak terwakili oleh partai politik dan daerah, bisa terakomodir. Termasuk golongan yang karena aturan undang-undang, hak pilih dan/atau hak dipilihnya ditiadakan," jelas Bamsoet.
Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menjelaskan, sebagai lokus kedaulatan rakyat, MPR harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menjadi wadah ekspresi seluruh kekuatan rakyat dan dapat mewakili segala unsur kekuatan kebangsaan. Sehingga menjadi lembaga perwakilan yang menjadi wadah penyemaian semangat kekeluargaan dan persatuan dari keragaman masyarakat bangsa Indonesia.
"Sebagai pantulan semangat kekeluargaan dan penjelmaan dari kedaulatan rakyat terlengkap, MPR hendaknya tidak dikuasai oleh salah satu unsur kekuatan politik, melainkan harus bisa diakses oleh semua unsur. Hal ini dapat tercermin dari kemampuan untuk menampung perwakilan hak liberal-individual (perwakilan rakyat), perwakilan hak komunitarian (perwakilan golongan), dan perwakilan hak teritorial (perwakilan daerah)," jelas Pontjo Sutowo.
Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif menerangkan, keberadaan Utusan Golongan berangkat dari prinsip keadilan multikulturalisme yang mengakui adanya perbedaan-perbedaan golongan dalam masyarakat. Perbedaan golongan ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa setiap warga negara, bahkan jika dipandang sebagai subjek hukum, bukanlah individu-individu abstrak yang tercerabut dari akar-akar sosialnya. Dalam kaitannya dengan akar sosial tersebut, pemenuhan hak individu bisa terkait dengan keadaan golongannya.
"Jika keanggotaan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) merepresentasikan kepentingan golongan dan juga politik, maka keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) merepresentasikan kepentingan daerah. Keberadaan BPUPKI yang kemudian dilanjutkan PPKI, menggambarkan pentingnya unsur kepentingan golongan, politik, dan daerah. Namun dalam MPR RI, unsur golongan justru dihapuskan," pungkas Yudi Latif.
Anggota MPR/DPD RI Periode 2019-2024 Jimly Asshiddiqie juga menekankan kehadiran Utusan Golongan sangat penting. Karenanya perjalanan 23 tahun reformasi yang menghilangkan Utusan Golongan dalam keanggotaan MPR RI perlu dievaluasi.
"Kini keberadaan Utusan Golongan hanya berada di Majelis Rakyat Papua (MRP). Padahal, para founding fathers seperti Soekarno, Yamin, dan lain sebagainya telah memikirkan dengan matang menghadirkan Utusan Golongan dalam sistem perwakilan Indonesia," pungkas Jimly.(MPR/bh/sya) |