KEBUMEN, Berita HUKUM - Gombong merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, mempunyai letak strategis karena memiliki beberapa objek wisata. Objek-objek wisata tersebut antara lain Bendungan Sempor yang terletak 7 km di sebelah utara Gombong. Bendungan tersebut merupakan sumber irigasi, pembangkit listrik dan objek pariwisata. Waduk Sempor tersebut pernah jebol dan memakan korban lebih dari 130 orang meninggal dunia.
Di samping itu 18 km disebelah selatan agak ke barat terdapat Pantai Puring, Pantai Ayah, Pantai Buayan, Pantai Logending dan beberapa goa stalagtit/stalagmit yang masih asli (Goa Petruk) dan goa yang sudah dipugar (Gua Jatijajar). Selain itu juga ada Pantai Karangbolong. Dimana pada bulan tertentu diadakan acara ritual ngunduh/mengambil sarang burung walet di pantai tersebut, karena banyak burung walet yang meletakkan sarangnya di tebing-tebing curam yang ada di Pantai Karangbolong.
Khazanah lain dari Kota Gombong terdapat Benteng Van der Wijck, sebuah benteng tua peninggalan Belanda, yang terletak di bagian utara Kota Gombong.
Merupakan salah satu peninggalan kolonial Belanda yang berada di Kompleks Secata A (Sekolah Calon Tamtama A) Gombong beralamat di jalan Sapta Marga Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Benteng ini seluruhnya terbuat dari batu bata merah dan memiliki ciri khusus yang berbeda dengan benteng - benteng lain peninggalan Belanda di Indonesia.
Di Benteng inilah Soeharto mantan Presiden Indonesia ke 2 pernah di latih kemiliteranya.
Berdasarkan catatan yang juga tertera dalam dinding depan benteng tersebut dibangun pada awal abad ke ; 19 oleh Belanda untuk pertahanan, dan bahkan kadang-kadang untuk menyerang. Nama benteng ini diambil dari VAN DER WIJCK, nama yang terpampang pada pintu sebelah kanan, kemungkinan nama komandan pada saat itu.
Mudah dicapai dari pusat Kota Gombong. Benteng ini kadang dihubungkan dengan nama FRANS DAVID COCHIUS (1787 - 1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen yang namanya diabadikan menjadi Benteng GENERAAL COCHIUS. Selanjutnya Benteng pertahanan ini digunakan untuk sekolah militer. Setelah direnovasi menjadi tempat wisata, area ini dilengkapi dengan taman, kolam renang dan arena permainan anak-anak. Data tehnis Benteng : Luas Benteng atas 3606,625 m2. Benteng bawah 3606,625 m2. Tinggi Benteng 9,67 m, ditambah cerobong 3,33 m. terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.
Didalam benteng itu sendiri pengunjung bisa melihat beberapa foto dokumentasi seputar bentuk asli bangunan benteng saat ditemukan dan tahap-tahap pemugaran yang telah dilakukan terhadapnya. Ruangan-ruangan bekas barak militer, asrama, pos jaga bisa dilihat didalam benteng dan semuanya boleh dibilang dalam keadaan rapi dan bersih.
Hanya saja sebuah papan pengumuman yang ditempel dibagian luar benteng berisi "Sebelum masuk benteng sebaiknya anda berdoa sejenak menurut kepercayaan masing-masing", sempat menimbulkan kerutan didahi saat membacanya karena berkesan seram. Mungkinkah pernah terjadi hal-hal diluar nalar yang menimpa pengunjung saat berada didalam benteng, seperti kesurupan ?
Benteng Van der Wijck sebenarnya dibangun pada awal abad 19 atau sekitar tahun 1820-an, bersamaan meluasnya pemberontakan Pangeran Diponegoro. Pemberontakan ini ternyata sangat merepotkan pemerintah kolonial Belanda karena Pengeran Diponegoro didukung beberapa tokoh elit di Jawa bagian Selatan. Maka dari itu Belanda lalu menerapkan taktik benteng stelsel yaitu daerah yang dikuasai segera dibangun benteng.
Tokoh yang memprakarsai pendirian benteng ini adalah gubernur jenderal Van den Bosch. Tujuannya jelas sebagai tempat pertahanan (sekaligus penyerangan) di daerah karesidenan Kedu Selatan. Pada masa itu, banyak benteng yang dibangun dengan sistem kerja rodi (kerja paksa-red) karena ada aturan bahwa penduduk harus membayar pajak dalam bentuk tenaga kerja. Tentu saja cara ini membuat penduduk kita makin menderita apalagi sebelumnya gubernur jenderal Deandels punya proyek serupa yaitu jalan raya pos (Anyer - Penarukan, sepanjang kurang lebih ; 1.000 km), juga dengan kerja rodi.
Dilihat dari bentuk bangunan, pembangunannya sezaman dengan benteng Willem (Ambarawa) dan Prins Oranje (Semarang, yang kini sudah hancur). Pada awal didirikan, benteng dengan tinggi tembok 10 m ini diberi nama Fort Cochius (Benteng Cochius). Namanya diambil dari salah seorang perwira militer Belanda (Frans David Cochius) yang pernah ditugaskan di daerah Bagelen (salah wilayah karesidenan Kedu). Nama Van der Wijck, yang tercantum pada bagian depan pintu masuk, merupakan salah seorang perwira militer Belanda yang pernah menjadi komandan di Benteng tersebut. Reputasi van der Wijck ini cukup cemerlang karena salah satu jasanya adalah membungkam para pejuang Aceh, tentunya dengan cara yang kejam.
Pada zaman Jepang, benteng ini dimanfaatkan sebagai barak dan tempat latihan para pejuang PETA. Dilihat dari fisiknya, bangunan yang luasnya 3.606,62 m2 ini sudah mengalami renovasi yang cukup bagus. Sayangnya renovasi ini kurang memperhatikan kaidah konservasi bangunan bersejarah mengingat bangunan ini potensial sebagai salah satu warisan budaya (cultural heritage).
Benteng ini pernah jatuh ke tangan Jepang dan ketika Jepang berhasil ditundukkan Belanda, maka keberadaan benteng ini dijadikan sekolah KNIL. Sebagaimana disebutkan diatas, pada tahun 1940-an Pak Harto (mantan Presiden RI ke-2) pernah bersekolah di benteng ini. (bhc/rat/dbs)
|