Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Sumbawa
Bentrok Sumbawa, SBY-Boediono Harus Bertanggung Jawab
Sunday 25 Dec 2011 05:52:30
 

Ilustrasi (Foto: Ist)
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Presiden SBY dan Wapres Boediono harus bertanggung jawab atas aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa di Pelabuhan Sape, Lambu, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (24/12) kemarin. Mereka juga harus bertanggung jawab atas bobroknya pengurusan agraria dan sumber daya alam yang penyelesaiannya menggunakan Kejahatan kemanusiaan.

Demikian desakan yang disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dalam rilisnya yang diterima wartawan, Minggu (25/12). Presiden SBY juga dituntut untuk segera mengeluarkan perintah resmi menghentikan dan mencabut ijin pertambangan PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) dan menghentikan kekerasan dan pembantaian di Bima.

Selanjutnya, SBY juga segera mengeluarkan perintah resmi menarik dan mengevaluasi seluruh aparat TNI-Polri di lokasi konflik sumber daya alam. Pemerintah harus menghentikan aktivitas perusahaan yanga berkonflik dan berpotensi konflik, hingga ada kepastian penyelesaian secara struktural dengan membentuk panitia nasional penyelasaian konflik agraria dan sumber daya alam.

DPR RI segera menggunakan hak interpelasinya untuk meminta pertangungjawaban SBY atas terjadinya pelanggaran HAM berat di sektor agraria dan sumber daya alam. SBY juga harus segera memecat dan mengganti Timor Pradopo dari posisi Kapolri.

“Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus memastikan perlindungan hukum terhadap korban, karena indikasi kekerasan ini akan meluas ke depan. MK juga perlu segera memutuskan gugatan masyarakat sipil terhadap UU Nomor 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) yang menuntut pencabutan pasal-pasal kriminalisasi warga,” papar Walhi dalam situs resminya itu.

LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup ini, juga menyesalkan aparat kepolisian dan tentara yang melakukan kekerasan dan pembantaian terhadap warga yang mestinya dilindunginya itu. Mereka secara brutal menembaki warga yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) saat melakukan aksi damai sejak Selasa (20/12) di pelabuhan Sape itu.

Konyolnya, pemerintah justru mengerahkan pasukan Brimob beserta perlengkapan antihuru hara, yang justru menembaki mereka sehingga empat orang meninggal dan delapan korban kritis. Ini menandai puncak konflik antara pemerintah, perusahaan dan korporasi bekerja sama melawan warga negara sepanjang 2011.

Penolakan warga Lambu, Kabupaten Bima terhadap PT SMN itu, telah dilakukan sejak dua tahun terakhir ini. PT SMN mendapat Izin Usaha Penambangan (IUP) pada2008 selama 25 tahun, yang kemudian diperbaharui Pemkab Bima IUP bernomor 188/45/357/004/2010. PT SMN mendapat konsesi pertambangan di lahan seluas 24.980 hektare kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu. Sedangkan lahan 14.318 hektarea untuk PT. Indo Mineral Cipta Persada yang beroperasi di kecamatan Parado atas ijin Pemerintah pusat. Saham PT SMN dimiliki PT Arc Exploration Ltd dari Australia.

FRAT menyampaikan penolakan karena tambang emas itu akan membahayakan mata pencarian warga. Warga Lambu sebagian besar penduduknya bertani dan nelayan. Tambang itu akan membongkar tanah dan mengganggu sumber air, tentunya akan menggangu pertanian warga. Apalagi perusahaan tak pernah melakukan sosialisasi sebelumnya kepada masyarakat.

Sejak itu, warga yang tergabung dalam FRAT terus melakukan penolakan. Akhir Januari lalu, sekitar 1.500 orang mendatangi camat untuk melakukan penolakan. Sayangnya tak mendapat tanggapan memuaskan. Lalu, pada Februari 2011, ribuan warga kembali long march sepanjang 2 kilometer ke kantor camat Lambu.

Anehnya, pemerintah justru mengerahkan 250 personil aparat Polres Kota Bima, 60 personil gabungan intel dan Bareskrim dan 60 personil Brimob Polda NTB. Pertemuan kembali tak ada hasil. Warga yang kecewa mendorong pintu kantor kecamatan Lambu, justru dibalas gas air mata, peluru karet, bahkan diduga peluru tajam. Ratusan preman yang diorganisir aparat kecamatan memprovokasi warga. Bentrok tak bisa dihindari.

Warga melaporkan masalahnya kepada Komnas HAM, yang kemudian melakukan investigasi April 2011. Pada 9 November 2011, Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi Nomor 2.784/K/PMT/XI/2011 yang ditujukan untuk Bupati Bima, Kapolda NTB dan Direktur PT SMN. Komnas HAM merekomendasikan Bupati Bima memperbaiki sistem informasi dan sosialisasi kegiatan pertambangan mulai eksplorasi hingga eksploitasi.

PT SMN untuk sementara juga mengehtikan aktivitasnya, sambil menunggu kondusifitas kehidupan bermasyarakat. Kapolda NTB diminta menempuh langkah-langkah koordinatif dan komunikatif dengan seluruh unsur pemerintah dan tokoh masyarakat guna mencegah terjadinya konflik horizontal di Kabupaten Bima.

Komnas HAM mendesak menjamin kebebasan warga menyatakan pendapat atau aspirasi (demonstrasi) sesuai ketentuan perundang-undangan, dan menghindari tindakan represif menggunakan senjata dengan peluru tajam, dalam pengamanan aksi unjuk rasa. Tapi yang dilakukan aparat justru sebaliknya. Aksi damai yang dilakukan warga, justru diakhiri polisi dengan kekerasan dan pembantaian.(irw/wmr/ans)



 
   Berita Terkait > Sumbawa
 
  Kejari Sumbawa Akan Lakukan Gugatan Perdata Terhadap 8 Terdakwa Tipikor
  Konflik Sumbawa Kriminalisasi Ibu Mimi, Peran Aktif POLRI Menghilangkan Hak Petani
  Tindakan Polisi di Bima Sumbawa Sangat Berlebihan
  Demo Kutuk Kekerasan di Bima Sumbawa Berakhir Ricuh
  Bentrok Sumbawa, SBY Harus Pecat Kapolri dan Kapolda
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2