JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) DPR RI Suryadi Jaya Purnama yang mewakili Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menanggapi pembahasan RUU IKN yang telah memasuki tahap waktu pemindahan IKN dan juga konsep pemerintahan khusus di IKN.
SJP, sapaan akrabnya berpandangan, konsep otorita yang ada dalam draf RUU IKN tidak sejalan dengan konstitusi, sebab di dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 telah secara tegas menyebutkan 'Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan UU'.
"Sehingga segala bentuk pemerintahan di daerah, baik yang khusus maupun yang umum harus mengikuti konsep pembagian daerah yang berdasarkan provinsi yang kemudian dibagi lagi atas kabupaten dan kota," ungkap SJP dalam keterangan yang diterima tim Parlementaria, Rabu (15/12).
Hal lain yang menjadi keberatan F-PKS, ungkap SJP, adalah bahwa konsep Otorita IKN yang diusulkan pemerintah ternyata mengabaikan hak demokrasi masyarakat yang tinggal di IKN, sebab pada RUU IKN usulan Pemerintah disebutkan bahwa Pemilu di IKN hanya diselenggarakan untuk pemilihan Presiden, Wakil Presiden, DPR RI dan DPD RI.
"Sehingga tidak ada pemilihan DPRD di IKN yang berfungsi sebagai wakil masyarakat untuk mengawasi secara langsung kinerja dari Otorita IKN. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dan praktik demokrasi dan berpotensi dapat mempersulit masyarakat yang tinggal di IKN untuk menyampaikan aspirasinya, terutama yang terkait dengan pengelolaan IKN tempat di mana mereka tinggal," jelas SJP.
Konsep Pemerintahan khusus di IKN sebelumnya diusulkan Pemerintah, yakni yang disebut sebagai Otorita IKN. "Namun demikian konsep otorita ini hanya dikenal dalam pengelolaan kewenangan sektoral bukan kewilayahan sebagaimana struktur Pemerintahan Daerah menurut UUD 1945, sehingga pembahasan terkait otorita ini berlangsung cukup alot," terang Anggota Komisi V DPR RI ini.
Salah satu contoh otorita, lanjut SJP, misalnya otorita Batam yang tetap berada dalam wilayah pemerintahan berbentuk kota. Oleh sebab itu Pansus RUU IKN berencana mengundang kembali pakar untuk mendapatkan masukan terkait konsep otorita. Di akhir, mewakili F-PKS, dirinya berharap agar pembahasan RUU IKN ini tidak melakukan eksperimen konsep Pemerintahan di IKN yang berpotensi melanggar Konstitusi dan prinsip kedaulatan rakyat dan praktik demokrasi.
Sementara, Suryadi Jaya Purnama juga menyampaikan, penyusunan RUU IKN yang sedang dijalankan pemerintah hingga kini mendapat banyak catatan para ahli. Sebelumnya, para ahli dari beragam sektor dan keahlian ini diminta untuk memberikan masukan dan pandangannya sesuai dengan bidang kepakarannya dan menemukan adanya disparitas antara naskah akademik dengan RUU IKN.
"Dari berbagai pandangan ahli yang sudah masuk, beberapa ahli memberikan catatan terjadinya disparitas antara Naskah Akademik (NA) dengan draft RUU IKN, sebab banyak hal yang disampaikan dalam NA namun tidak muncul dalam draft RUU IKN," terang SJP, sapaan akrab Suryadi.
RUU IKN hingga saat ini sudah dalam tahap pembahasan dengan rapat yang beragendakan mendengar masukan dan pendapat dari para pakar melalui Rapat Dengan Pendapat Umum (RDPU). "Namun demikian, proses pembahasan RUU IKN nampaknya akan dilakukan secara cepat, hal ini terlihat dari jumlah ahli yang diundang bisa mencapai 4 sampai 5 orang dalam sehari," lanjut SJP.
Dalam catatan tersebut, sambungnya, ada beberapa hal yang dikritisi. Sedikitnya pengaturan yang berkaitan dengan lingkungan yang hanya ada pada satu pasal padahal pemindahan IKN pasti berdampak luas bagi lingkungan. "Pengaturan ini penting karena kawasan Kalimantan setidaknya memiliki 37 spesies burung, 44 mamalia darat dan lebih dari sepertiga dari perkiraan seluruh tumbuhan sebanyak 10,000 sampai 15,000 spesies hanya terdapat di pulau ini," ungkap Anggota Komisi V DPR RI ini.
Oleh sebab itu, tegas SJP, diperlukan adanya rencana koridor satwa artifisial yang mempertimbangkan keanekaragaman hayati serta menjamin flora dan fauna secara berkelanjutan. Pasalnya secara agenda, terjadwal hari ini sudah mulai dilakukan pembahasan pasal per pasal. Sehingga ia berharap, pembahasan RUU IKN ini dapat disiarkan langsung melalui media daring agar bisa diakses secara luas oleh publik.
"Banyaknya kritikan dalam draf ini membuktikan kualitas draft RUU yang kurang baik, sehingga pembahasannya seharusnya tidak dilakukan secara tergesa-gesa serta harus memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada publik dan para ahli untuk memberikan masukan pada draft RUU ini," ujar Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini.(hal/sf/DPR/bh/sya)
|