YOGYAKARTA, Berita HUKUM - Sidney Hook dalam The Hero in History mengemukakan bahwa ada dua jenis manusia dalam hubungannya dengan sejarah. Ada manusia yang ia sebut 'eventful man'; dan manusia lain yang ia namakan 'event-making man'. Yang pertama adalah 'manusia dalam peristiwa'; yang kedua adalah 'manusia pencipta peristiwa'.
Demikian penjelasan dari dosen Universitas Muhammadiyah HAMKA Desvian Bandarsyah dalam Gerakan Subuh Mengaji pada Ahad (8/1) lalu. Menurutnya, event-making man, orang-orang seperti ini memiliki derajat kebebasan dan kemampuan yang tinggi, sehingga mereka tidak disukai peristiwa, melainkan menciptakan peristiwa, dan membelokkan arah sejarah, sehingga tercipta sejarah baru. Pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan masuk dalam kategori ini.
"Jika kiai yang lain beradaptasi dengan tradisi dan kondisi yang ada, maka kemudian bisa kita saksikan, gerakan Ahmad Dahlan merupakan anti tesa dari realitas di sekitarnya, seperti kebodohan, kemiskinan, dan penjajahan," ucap Desvian.
Dalam merespon realitas, Ahmad Dahlan secara sistematik dan sangat prediktif serta penuh kalkulatif, memetakan dakwahnya dengan berkewajiban mendirikan organisasi yang bertugas mencegah kemungkaran dan menunaikan kebaikan. Hal ini merupakan perintah Allah dalam QS. Ali Imran ayat 104. Berawal dari sini kemudian menjamurlah amal usaha Muhammadiyah seperti sekolah, panti asuhan, rumah sakit, pesantren, dan lain-lain.
"Hanya akan berlangsung dengan baik dan ajek hanya dengan mendirikan sekolah dan bergerak mendidik masyarakat, melalui pendirian Muhammadiyah. Bukan mendirikan partai politik, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak tokoh pada masa itu," terang Desvian.
Mengutip Nakamura, Desvian mengatakan bahwa Muhammadiyah yang didirikan Ahmad Dahlan merupakan gerakan Islam yang multifaced, dari jauh tampak doktriner, dari dekat merupakan sistematisasi teologis yang menekankan aspek moral-etik dari Al Quran dan Sunah. Pantulan dari itu mengarah pada etos memajukan umat dan kebangsaan.
"Kiai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya telah menampilkan Islam sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala seginya. Sehingga, Muhammadiyah tidak hanya memandang ajaran Islam sebagai akidah dan ibadah semata, tetapi merupakan keseluruhan yang menyangkut akhlak dan muamalah," tutur Desvian.(muhammadiyah/bh/sya) |