JAKARTA, Berita HUKUM - Sejumlah Anggota Komisi III DPR RI mengkritik Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang tidak mengungkapkan perlindungan terhadap kasus-kasus viral di masyarakat. Anggota Komisi III DPR RI Adies Kadir (F-PG) mempertanyakan bagaimana perlidungan terhadap korban saksi penyerangan tokoh agama, ulama, penderta yang akhir-akhir ini marak. Termasuk kepada anak korban pemerkosaan.
"Jangan hanya ngomong, tapi perannya terhadap kasus-kasus yang menjadi viral di masyarakat tidak kelihatan gaungnya," ungkapnya saat RDP dengan LPSK di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/3).
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan (F-PDI Perjuangan) mengkritik LPSKyang merasa sudah bekerja luar biasa, padahal pihaknya melihat biasa saja. Padahal dibentuknya LPSK mempunyai peran sangat penting. Menurutnya, 10 tahun sudah LPSK menjadi ciri negara hukum modern, tapi belum terlihat manfaatnya.
Sedangkan soal peningkatan pelaporan ke LPSK, kata Arteria, baru 1.901 kasus. Padahal perkara yang ditangani setiap institusi penegak hukum mencapai ratusan ribu. "Katanya proaktif, tapi yang mana? Kenapa perkosaan ratusan orang di Kediri tak ada LPSK, kasus e-KTP Johannes Marliem yang berkomunikasi dua kali dengan LPSK, kini telah meninggal," tandasnya.
Anggota Komisi III DPR RI Syarifuddin Suding (F-Hanura ) menyoroti minimnya SDM di LPSK. Tahun 2017 memberikan perlindungan kepada 3.378 orang, namun tidak dibarengi SDM dan infrastruktur, yang akhirnya kewalahan. Padahal dia berharap, LPSK dengan keterbatasannya mampu memberikan peran yang maksimal membangun koordinasi yang baik dengan institusi penegak hukum dalam pemberian perlindungan saksi dan korban.
Sementara itu, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, implikasi layanan untuk mereka yang dalam perlindungan LPSK sudah dirasakan masyarakat. Terkait perlindungan fisik, adanya rumah aman, dan pengamanan, LPSK sudah lakukan. Seperti kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kediri, LPSK juga sudah melakukan jemput bola.
Namun diakui, kegiatan-kegiatan tersebut sebagian tidak mendapatkan liputan dari media. Pada saat melakukan perlindungan, juga tidak diliput media dalam rangka menjaga kerahasiaan dari terlindung sehingga banyak aktivitas perlindungan saksi ini tidak terpublikasi, dan masyarakat tidak tahu. Tapi untuk kegiatan proaktif di beberapa daerah sudah dilakukan.
LPSK juga menghadapi kendala SDM yang tidak sebanding dengan jumlah kasus yang harus yang harus mendapat perlindungan. "Ada sekitar 3.000 kasus, sementara SDM yang langsung di luar tenaga pendukung hanya 100 orang. Jumlahnya sangat tidak seimbang. LPSK juga kesuulitan SDM dari lembaga lain, sehingga akan mengajukan tambahan PNS dalam tahun 2018 ini," jelas Haris.(mp/sf/DPR/bh/sya) |