Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Pekerja Asing
DPR Temukan Banyak Buruh Asing Di Papua Barat
2016-08-09 16:01:43
 

Ilustrasi. DPR: Dapat Perlakuan Istimewa, Tenaga Kerja Asing Timbulkan Kecemburuan.(Foto: Istimewa)
 
PAPUA BARAT, Berita HUKUM - Keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di wilayah Papua Barat terjawab sudah saat perwakilan dari Dinas Kependudukan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disduknakertrans) Provinsi Papua Barat mengakui keberadaan TKA yang saat ini masih bekerja di PT. SDIC Papua Cement Indonesia (PT SPCI) atau disebut juga pabrik Semen Maruni, Distrik Manokwari Selatan. Namun demikian, pihak Disduknakertrans menjelaskan bahwa para TKA tersebut telah memenuhi peraturan tentang ketenagakerjaan.

Anggota Komisi IX DPR Ayub Khan menyayangkan masih banyaknya TKA terutama dari negara Tiongkok yang bekerja di pabrik Semen Maruni. Apalagi menurutnya jenis pekerjaan para TKA tersebut sebenarnya bisa dilakukan oleh tenaga kerja lokal.

"Komisi IX sangat menaruh perhatian terkait maraknya TKA yang masuk ke negara kita, sementara masyarakat kita sendiri masih membutuhkan banyak lapangan pekerjaan. Karena itulah Komisi IX membentuk Panja TKA untuk melakukan pengawasan," ungkap politisi Partai Demokrat ini saat kunjungan kerja ke Papua Barat belum lama ini.

Anggota DPR dari Dapil Jatim IV ini juga melihat masih lemahnya fungsi pengawasan khususnya di Kementerian Tenaga Kerja, dan juga kerja sama lintas sektoral antara Kemenaker, Kemenlu dan Imigrasi dalam membendung arus TKA terutama dari Tiongkok. "Mereka sepertinya kurang koordinasi dan terkesan masih mengedepankan ego sektoral dan saling lempar tanggung jawab," sergah Ayub Khan.

Ayub menambahkan, salah satu sebab lemahnya pengawasan karena Sumber Daya Manusia (SDM) di pengawasan TKA ini masih kurang, seharusnya ini perlu dianggarkan, apalagi ini terkait kebijakan bebas visa bagi 135 negara yang digulirkan pemerintah. Kebijakan tersebut sudah seharusnya diimbangi dengan pengawasan yang lebih ketat dengan personil lebih banyak lagi. Sebelum kebijakan bebas visa saja kita sudah banyak kecolongan apalagi sekarang, tentu dengan peningkatan anggaran dan SDMnya.

Hal senada disuarakan Anggota Komisi IX DPR Djoni Rolindrawan, para TKA yang bekerja di pabrik semen mencapai 300-700 orang bisa saja mereka masuk secara resmi (legal) dengan melalui ijin, namun dirinya yakin proses dalam memperoleh ijin itu pasti ada yang dilanggar.

"Contohnya dulu ada ketentuan harus bisa berbahasa Indonesia yang akhirnya direvisi oleh pemerintah. Lalu mengenai jabatan atau jenis pekerjaan, jika ada 300-700 TKA yang membangun pabrik semen saya yakin di situ pasti masuk juga buruh-buruh kasar, padahal aturan resminya hanya jabatan-jabatan tertentu yang bisa diisi TKA dengan harapan juga akan terjadi alih teknologi (pertukaran skill), ada juga pembatasan dengan perbandingan misal 1:10," urai politisi Hanura ini.

Politisi asal Dapil Jabar III ini menganggap keliru jika mendefinisikan investor itu datang bawa uang lalu membuka usaha di sini sebagai PMA (Penanaman Modal Asing). Kasus di Bayah Banten perusahaan semen Merah Putih itu milik BUMN dengan dukungan pembiayaan 75% dari kredit Bank BUMN.

Mereka mentenderkan pembangunan pabrik semen itu secara internasional lalu pemenangnya perusahaan asal China dan mereka datang dengan membawa para pekerjanya, dengan dalih para buruh Tiongkok tersebut bisa bekerja lebih cepat, disiplin dan tepat waktu ketimbang buruh lokal. Dan ini sama persis yang terjadi di Papua Barat yaitu pembangunan pabrik semen Maruni (PT. SPCI) yang sistem proyeknya kurang lebih sama.

Perwakilan Disnaker Papua Barat menjelaskan bahwa manajemen pabrik Semen Maruni mendatangkan tenaga asing terkait pekerjaan kontruksi yang membutuhkan waktu cepat karena bangunannya spesifikasi anti gempa untuk jangka waktu panjang.

Jika pengerjaan konstruksi bangunan selesai pasti tenaga kerja lokal akan lebih banyak dipekerjakan pihak manajemen pabrik Semen Maruni, mungkin di bagian produksinya saja ada tenaga khusus. Kalau tenaga kerja konstruksi yang ada sekarang akan pulang.

Baik Ayub maupun Djoni, keduanya sepakat bahwa penggunaan TKA dalam berbagai proyek infrastruktur harus dengan pengawasan ketat dari Kementerian terkait. Hal tersebut agar tidak menimbulkan polemik di tengah masyarakat, utamanya kecemburuan sosial bagi masyarakat sekitar proyek yang seharusnya menikmati dampak terbukanya lapangan kerja.

"Karena kita negara hukum dan memiliki beberapa persyaratan yang tidak mudah terkait TKA. Taati saja sesuai aturan yang berlaku.," ungkap Djoni.

Sementara, ditempat terpisah, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan perlakuan berlebihan yang diterima tenaga kerja asing dapat menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan pekerja lokal.

"Kedatangan tenaga kerja asing dalam jumlah cukup banyak ke Indonesia sudah cukup meresahkan. Di lain pihak, lapangan pekerjaan masih sedikit dan tingkat pengangguran masih sangat tinggi," kata Saleh melalui pesan singkatnya yang diterima di Jakarta, Selasa (9/8).

Menurutnya, bila perlakuan istimewa terhadap tenaga kerja asing itu terus dibiarkan, tidak hanya dapat menimbulkan kecemburuan. Saleh khawatir para pekerja lokal juga dapat merasa terasing di negaranya sendiri.

Bila itu terjadi, maka dapat mengikis nilai-nilai kebangsaan mereka. Apalagi, tenaga kerja asing tersebut sama sekali tidak memahami budaya dan adat istiadat setempat.

"Pemerintah harus mewaspadai fenomena itu. Jangan sampai perlakuan istimewa terhadap tenaga kerja asing dibiarkan terus menerus," tuturnya.

Saleh mengatakan tenaga kerja asing cukup banyak bekerja di daerah-daerah. Salah satunya di pembangkit listrik tenaga uap dan batu bara di Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara. Dia mendapatkan keluhan masyarakat saat reses.

Karena itu, Saleh meminta pemerintah, baik pemerintah pusat dan daerah untuk mengawasi tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia. Dalam kasus di Deli Serdang, Saleh meminta Dinas Ketenagakerjaan Sumatera Utara untuk aktif melakukan pengawasan.

"Menurut laporan masyarakat, tenaga kerja asing yang bekerja di Hamparan Perak itu berasal dari China. Tidak dijelaskan sejak kapan mereka bekerja di sana," katanya.(DPR/Ismed/aktual/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Pekerja Asing
 
  Kritik Luhut Soal TKA China, Jubir AMIN: Lapangan Pekerjaan Anak Bangsa Semakin Direbut!
  Cegah Kasus Omicron Bertambah, Pemerintah Diminta Tutup Pintu Masuk Bagi TKA
  Sungkono Soroti Banyaknya Buruh Asing yang Masuk ke Indonesia
  974 WNA Masuk ke Indonesia Lewat Bandara Soetta dalam 3 Hari
  Para Anggota DPR Mengkritisi Pemerintah yang Kembali TKA China Masuk ke Indonesia
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2