JAKARTA, Berita HUKUM - Tiga perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) digelar bersamaan, Senin (5/9) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketiga perkara tersebut, yakni perkara No. 54/PUU-XIV/2016 yang dimohonkan Teman Ahok dkk, Perkara No. 55/PUU-XIV/2016 yang dimohonkan Calon Bupati Kabupaten Nagan Raya Fuad Hadi, dan Perkara No. 60/PUU-XIV/2016 yang dimohonkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Pada sidang tersebut, Pemerintah dan DPR menyampaikan keterangan masing-masing terhadap ketiga perkara tersebut.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan ketiga permohonan perkara a quo tidak beralasan menurut hukum. DPR memandang permohonan perkara No. 60/PUU-XIV/2016 yang dimohonkan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok inkonsisten. Sebab, pada saat Pemohon belum menjadi incumbent, Pemohon justru meminta ketentuan wajib cuti bagi petahana diambil lawan politiknya kala itu. Hal tersebut disampaikan oleh Sufmi sembari menunjukkan tautan (link) pemberitaan dari laman (website) kantor berita daring (online).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, Widodo Sigit Pudjianto selaku wakil Pemerintah. Widodo menyampaikan, Pemohon saat hendak mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta justru menyatakan Petahana saat itu harus mengambil cuti demi menegakkan undang-undang.
"Seperti kita ketahui bersama bahwa pada media elektronik Pemohon pada Pilkada DKI sebelumnya mendesak agar petahana cuti demi mewujudkan pilkada yang jujur dan adil. Namun mengapa pada saat ini, Pemohon justru menginginkan petahana tetap melaksanakan tugasnya dengan tidak melaksanakan cuti. Hal ini sebagaimana pernah diucapkan Pemohon pada tanggal 6 Juni 2012 saat hendak mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI," ujar Widodo sembari menukil ucapan Pemohon dalam pemberitaan dimaksud.
Tanggapan DPR dan Pemerintah tersebut merupakan tanggapan terhadap dalil Ahok yang menyatakan ketentuan wajib cuti dalam Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada seharusnya bersifat opsional. Artinya, Petahana yang mengikuti Pilkada dapat memilih untuk cuti atau tidak pada masa kampanye.
DPR maupun Pemerintah juga menyampaikan bahwa ketentuan cuti kampanye bagi petahana dalam Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada bersifat wajib. Sifat wajib cuti kampanye bagi petahana tersebut dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan sekaligus meminimalisasi konflik kepentingan sebagai petahana.
Terkait persepsi Pemohon yang beranggapan cuti kampanye akan mengurangi masa jabatannya sebagai kepala daerah, Sufmi menyampaikan bahwa persepsi tersebut keliru. Sebab, ketentuan serupa bukan hanya berlaku dalam pilkada, melainkan juga dalam pemilihan legislatif maupun pemilihan kepala negara.
Berbeda dengan ASN
Masih terkait pokok permohonan yang diajukan Ahok, Pemohon mendalilkan bahwa seharusnya sifat cuti kampanye petahana selaku pejabat negara sama dengan sifat cuti yang dimiliki Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni bersifat hak. Dalil tersebut langsung dibantah oleh DPR maupun Pemerintah.
Seperti yang disampaikan Sufmi, DPR menegaskan bahwa jabatan yang diperoleh Pemohon berbeda dengan jabatan yang dimiliki ASN. Pemohon memperoleh jabatannya akibat proses politik (elected official), bukan appointed official seperti jabatan karier. Bila dikaitkan dengan ketentuan cuti, maka sifat cuti bagi kedua pejabat negara tersebut tidak bisa disamakan.
"Membandingkan sesuatu itu haruslah yang serupa dan sebangun sehingga dalam hal ini status jabatan Pemohon yang merupakan jabatan politik tidak dapat dipersamakan dengan jabatan karier yang ditetapkan. Jikalau Pemohon mau membandingkan haruslah membandingkan dengan yang serupa dan sebangun, yakni elected official lainnya, misalnya DPR, DPD, DPRD, begitu juga presiden dan wakil presiden. Oleh karena itu, dalam hal ini dapat diketahui bahwa Pemohon kurang memahami hal yang dimohonkan sendiri," tuding DPR seperti yang disampaikan Sufmi.
Sementara itu Widodo menjelaskan bahwa cuti yang berlaku bagi PNS adalah sebuah pilihan atas kepentingan pribadinya, tanpa ada dampak bagi kehidupan penyelenggaraan pemerintahan. Cuti dimaksud, yakni cuti kepentingan keluarga, cuti sakit, cuti melahirkan, cuti melaksanakan ibadah haji, dan lainnya. Sedangkan cuti yang diberlakukan bagi petahana adalah kewajiban yang harus dilaksanakan guna menjamin terselenggaranya proses-proses menjamin kesetaran bagi calon kepala daerah yang akan mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah.
Syarat Pendukung
Selain menanggapi permohonan Ahok, Pemerintah juga menanggapi permohonan yang diajukan Teman Ahok dkk dalam perkara No. 54/PUU-XIV/2016. Sebelumnya, Teman Ahok dkk menggugat ketentuan yang mensyaratkan pendukung calon independen harus warga negara yang sudah berusia 17 tahun atau memenuhi syarat memilih pada pilkada sebelumnya. Ketentuan tersebut dianggap Pemohon merugikan calon independent. Sebab pada Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang banyak pendukung yang baru memenuhi syarat. Dukungan dari warga negara yang baru memenuhi syarat saat pilkada mendatang berlangsung dianggap sangat penting bagi pencalonan calon independent.
Pemerintah lewat Widodo berpendapat bahwa pembatasan terhadap kriteria pendukung calon perorangan yang akan mengajukan diri dalam pemilihan umum kepala daerah bertujuan untuk memastikan bahwa setiap orang yang memberikan dukungan tersebut adalah orang yang telah dewasa, cakap, dan dapat menilai setiap dinamika yang terjadi dalam pilkada. Artinya, Pemerintah ingin menjamin bahwa dukungan yang diberikan bagi seseorang yang akan mengajukan diri guna mengikuti kontestasi Pilkada merupakan dukungan yang penuh pertimbangan matang.
"Secara logis seseorang yang telah terdaftar dalam pemilih tetap pemilu sebelumnya telah dapat memilih, dan menilai dinamika pemilihan umum, serta kenyataan riil yang telah dialaminya sendiri sehingga yang bersangkutan mempunyai pola pikir yang tepat dalam memberikan pertimbangan untuk memberikan dukungan kepada seseorang yang akan mengajukan diri sebagai calon kepala daerah," urai Widodo di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Sebelum menutup persidangan yang berjalan cukup lama tersebut, Anwar Usman menyampaikan bahwa sidang lanjutan untuk ketiga perkara a quo akan digelar pada Kamis (15/9), pukul 11.00 WIB. Sidang selanjutnya beragendakan mendengarkan keterangan Pihak Terkait.(YustiNurulAgustin/lul/MK/bh/sya) |