ADONARA, Berita HUKUM - Perang antar suku Kwaelaga dan suku Lamatokan di desa Sandosi Kecamatan Witihama Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berujung jatuhnya 6 korban dari kedua belah pihak.
Danramil 02 Adonara Mayor Infantri Ignasius Sogen kepada pewarta BritaHUKUM pada, Rabu (18/3) mengatakan bahwa, bentrokan antar suku di desa Sandosi pada Kamis 5 Maret 2020 lalu sekitar pukul 10.45 Wita antara keluarga Moses dari Suku Kwaelaga dengan pihak keluarga Hendrik dari suku lamatokan di lokasi kebun Wulewata Desa Sandosi Kecamatan Witihama, menewaskan 4 orang dari Suku Kwaelaga dan 2 orang dari Suku Lamatokan, diupayakan penyelesaisn damai dengan kekeluargaan.
Mayor Infantri Ignatius Sogen, juga mengatakan bahwa peran yang dilakukan paling utama adalah bersama jajaran Ramil 02 Adonara pada saat kejadian melakukan pengamanan antara kedua belah pihak dan melakukan evakuasi korban ke rumah adat masing-masing, terang Danramil Ignatius, Kamis (19/3).
"Pada saat menerima informasi kejadian, terdapat 6 korban dari kedua belah pihak. Saya sendiri yang memimpinan anggota untuk melakukan pengamanan dan melakukan evakuasi korban yang meninggal ke rumah adat masing-masing," ujar Ignatius Sogen.
Diterangkan bahwa setelah satu minggu paska bentrokan yaitu pada Kamis (12/3) siang dirinya bersama anggota Danramil 02/Adonara langsung melakukan koordinasi dengan Kepala Desa Sandosi Bapak Baetus Beda Nama dan pemilik hak ulayat kampung (kebelen lewo), Bapak Yohanes Beda Sara untuk membicarakan agar kejadian itu merupakan musibah dan dapat di tempuh dengan jalan damai, terang Ignatius.
Dalam hasil pertemuan dengan di fasilitasi Danramil 02/Adonara menghasilkan beberapa poin kesepakatan menuju perdamaian, "Pemerintah desa dan ketua suku sepakat bahwa masalah ini adalah merupakan sebuah musibah dan akan diselesaikan dengan adat lokal desa Sandosi," ujar Danramil.
Pada Kamis (12/3) malam sekitar pkl. 19.00 Wita kedua belah pihak baik suku Kwaelaga maupun suku Lamatokan akan mengadakan pertemuan intern yang melibatkan para ketua adat dan masyarakat di suku masing-masing, yang bertempat di rumah adat masing-masing suku dan dilanjutkan pertemuan gabungan kedua belah pihak yang melibatkan para ketua suku, para pemangku kepentingan serta semua masyarakat yang menjadi Hak Ulayat Kebelen Lewo ( Desa Sandosi, Desa Tobitika dan Desa Baobage) bertempat di Kantor Desa Sandosi.
Pertemuan yang dihadiri oleh Danramil 02/Adonara bersama anggota tersebut akan mendengarkan arahan dari ketua suku/pemilik kampung agar masalah ini tidak terulang lagi.
Kepada pewarta, Danramil Ignatius Soge juga mengatakan bahwa dari serangkaian pertemuan dengan upaya agar penyelesaian jalan damai membuahkan hasil, dimana Kebelen kedua lewo (Tua Adat) baik Lewo Engat dan Lewo Kemie turun langsung kepada suku-suku yang bertikai, menghimbau bahwa masalah tersebut merupakan musibah yang terjadi di lokasi kebun, sehingga tidak boleh dibawa sampai dikampung. Dan
kejadian ini merupakan kejadian yang terakhir dan tidak boleh terulang kembali.
Penegasan akhir terwujudnya perdamaian tersebut merupakan kordinasi yang dilakukan bersama anggota bersama semua pihak, agar kedepannya keamanan dan hubungan kekeluargaan dapat terjalin dengan baik, tegas Ignatius.
Poin yang paling penting dari Kebelen Lewa, "apabila ada yang melanggar maka akan berurusan dengan Lewotanah bahkan akan diusir dari tanah Sandosi".
Syukur kita panjatkan kepada Tugan bahwa upaya yang dilakukan tidak sia-sia, dimana setelah himbauan dan harapan dari para pemangku adat atau Kebelen Lewa sehingga sekarang semua masyarakat sudah bisa menerima dengan baik dan telah melaksanakan aktivitas seperti biasa lagi. Hasil ini tak lain adalah upayah baik TNI dan Kepala Desa Sandosi, ungkap Danramil Ignatius.
"Saat ini pihak TNI yang di dampingi Kepala Desa Sandosi bersama Kebelen Lewo, segera melakukan komunikasi dengan keluarga korban masing-masing, agar dapat dilakukan perdamaian secara adat," pungkas Ignatius Sogen.(bh/gaj) |