JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Lima debt collector Citibank terancam hukuman 12 tahun penjara. Mereka tersebut, yakni Boy Yanto Tambunan, Humisar Silalahi, Arief Lukman, Henry Waslinton dan Donald Harris Bakara. Para terdakwa ini dinilai berperan dan menyebabkan kematian Irzen Okta. Ancaman hukuman ini tertera dalam dakwaan JPU Ery Yudianto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (24/10).
Dalam persidangan yang diketuai majelis hakim Subyantoro itu, JPU menyebutkan bahwa peristiwa itu berawal, ketika korban Irzen Okta mendatangi kantor Citibank Gedung Menara Jamsostek pada 29 Maret 2011. Kedatangan Irzen Okta untuk menemui Boy Tambunan. Korban datang untuk menyelesaikan tunggakan sekaligus komplain atas meningkatnya jumlah tanggihan kartu kreditnya itu.
Lalu, Boy meminta terdakwa Arief Lukman yang bersama Henry Waslinton dan Donalda Harris Bakara menemui Irzen Okta di Ruang Cleo. Ketiganya mengintimidasi Irzen dengan memukul-mukul meja dan menunjukkan jari ke arah korban agar melunasi hutang sebesar Rp 100.515.663. Korban dipaksa untuk membayar serta melunasi tunggakan hutang kartu seluruhnyayang ternyata bukan 10%, sebagaimana dijanjikan sebelumnya.
Menurut jaksa, korban memang mengakui bila hutangnya telah lama tertunggak. Mendengar jawaban tersebut terdakwa Donald menendang kursi yang diduduki korban. Irzen lalu berdiri dan meminta izin untuk keluar dari ruangan itu. Namun dicegah terdakwa. Perbuatan terdakwa ini telah dengan sengaja merampas kemerdekaan korban Irzen Okta dengan cara melarang keluar dari ruang cleo dengan tujuan sampai ada kepastian pembayaran tunggakan hutang kartu kreditnya.
Kemudian, Ery menyatakan bahwa Irzen Okta mengeluh sakit kepala dan meminta izin pelaku untuk dapat beristirahat, namun Donald melarangnya. Setelah itu, Irzen menundukkan kepalanya dan sampai akhirnya jatuh ke lantai. Lalu, terdakwa Arief Lukman mencoba membangunkan Irzen Okta, tapi Irzen hanya menggelengkan kepala dan mulut mengeluarkan cairan berbusa.
Arief kemudian mengambil telepon Irzen dan menelpon saksi Tubagus Surya Kusuma. Saksi pun mendatangi ruangan cleo dan memengan denyut nadi yang akhirnya tidak bernafas. Korban pun akhirnya dibawa ke RSAL Mintoharjo, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.
Atas perbuatannya itu, para terdakwa dijerat melanggar pasal 333 (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Para pelaku telah dengan sengaja merampas kemerdekaan, sehingga mengakibatkan kematian seseorang. Mereka pun terancam hukuman 12 tahun penjara. Menanggapi dakwaan ini, para terdakwa merasa keberatan, mereka melalui pencaranya akan mengajukan nota pembelaan (eksepsi). Sidang pun ditunda untuk dilanjutkan Senin (31/10) pekan depan.
Sementara usai persidangan, kuasa hukum pihak terdakwa, Lutfi Hakim menyatakan, nanti dalam eksepsinya akan menjelaskaan dugaan rekayasa dalam kasus itu. Hal itu antara lain memuat soal rekayasa atas tudingan penyekapan yang dilakukan para kliennya itu. Selanjutnya, mengenai tudingan penyiksaan yang terjadi di ruangan tersebut dan penghilangan alat bukti penting.
“Kami juga akan memasukan otopsi dokter yang kami duga ilegal. Dakwaan itu merupakan kesalahan fatal, belum ada presedennya. Kami mau coba membongkar apakah empat kejanggalan ini ada benarnya, apa ada otak yang membuat empat titik rekayasa itu,“ ungkapnya membela kliennya itu.(tnc/biz)
|