JAKARTA, Berita HUKUM - Deklarasi Gerakan Indonesia Memilih (GIM) di Balai Sidang Jakarta Convention Centre pada, Kamis (18/8), GIM merupakan gerakan pencerahan dan penyadaran serta pencerdasan rakyat yang mempunyai hak pilih, agar memilih pemimpin yang sesuai dengan nilai dan budaya bangsa asli Indonesia. Sebagai pendiri / deklarator GIM yakni Djoko Santoso, Prijanto, Hatta Taliwang dan Heppy Trenggono.
Sehubungan dengan anggapan dan antisipasi ancaman masuknya paham demokrasi liberal, yang mana pernah terjadi pada zaman masa tahun '50an dibawah payung konstitusi UUDS'50 yang nampak seolah terulang kembali. Soalnya, ada anggapan, dimana penyebab rusaknya sistem ketatanegaraan pasca Amandemen UUD'45 ada dalam tata cara memilih pemimpin bangsa/ negara dengan proses musyawarah mufakat yang mulai dirasa ditinggalkan dan juga selain itu indikator kerusakan sistem, serta merta hasilkan pemimpin yang mampu berprestasi bagi bangsa yang tidak bisa bangkit menjadi bangsa terhormat dan disegani bangsa lain.
Hatta Taliwang selaku narasumber menyampaikan dan menyadari bahwasanya agenda acara ini diselenggarakan mendadak, dengan konsep dan brosur dibuat dalam waktu singkat sekitar 2-3 hari yang lalu. Namun, Hatta Taliwang mengungkapkan bahwa, "dasar asumsinya adalah pemimpin yang lahir dianggap kurang bermutu atau bermasalah, mungkin ada kesalahan dalam memilih, maka itu pemilih mesti kita buka kecerdasannya agar memilih pemimpin yang baik dan benar sesuai menurut aturan moral dan nilai-nilai Pancasila," tutur Hatta Taliwang, Kamis (18/8).
"Berkisar pada bulan november dimana kita sempat deklarasi untuk kembali pada UUD45, karena dianggap ada yang meleset dari yang dicita-citakan para pendiri bangsa dan negara," ungkap Hatta lebih lanjut.
Salah satu tujuannya Gerakan Indonesia Memilih adalah mencerahkan masyarakat untuk membantu membangkitkan pemikiran dasar, dimana pemimpin yang baik paham dan mengerti Pancasila. Rakyat memiliki takaran, filter dan standard tertentu nantinya.
Nampak dari pantauan pewarta BeritaHUKUM.com, turut hadir saat acara deklarasi GIM yakni perwakilan Laskar Merah Putih (LMP), Brigade 08, para Aktivis dan tokoh-tokoh masyarakat, serta juga Ir. heppy Trenggono selaku deklarator Beli Indonesia, Hatta Taliwang selaku aktivis senior dan pengamat politik, Mayjen (purn) H. Prijanto Soemantri mantan Wagub DKI Jakarta, dan Jenderal TNI (Purn) H. Djoko Santoso yang diusung selaku Pemimpin Gerakan Indonesia Memilih (GIM).
Sementara, Djoko Santoso, mantan Panglima TNI, Jenderal (purn) mengutarakan dan mengapresiasikan digelarnya Gerakan Indonesia Memilih (GIM) dan turut berbesar hati dengan kehadiran para aktivis serta perwakilan beberapa Ormas.
Karena menurut mantan Panglima TNI di masa Pemerintahan SBY itu bahwa, menghadiri suatu usaha, walau itu usaha bagai butiran pasir di lautan, serta patut disadari bahwa baru sehari saja, kemarin mengenang kemerdekaan RI, yang mana para pendahulu kita dari pintu gerbang ke cita-cita bangsa dan negara belum tercapai hingga saat ini, ungkapnya.
"Karena itulah saya berjuang agar tercapai sesuai dengan cita cita bangsa, dimana dalam UUD'45, bernegara itu harus berideologi dan berkonstitusi. Harus mengacu pada konstitusi, dimana tercantum di dalamnya itu," ujar Djoko Santoso, Kamis (18/8).
Demi mencapai tujuan berdaulat, bersatu adil dan makmur yang mana sebenarnya itu adalah merupakan hutang sejarah, maka itu Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso turut ikut serta ambil bagian pada GIM.
"Sekarang di era global bangsa dan negara kita telah diserang, dimana konflik di abad ini berupa konflik peradaban dimana membawa muatan ekonomi dan bernafsu untuk mendominasi. Bukan seperti NICA mendaratkan pasukannya di Surabaya sewaktu zaman penjajahan. Dalam 5 bidang, baik itu alam, SDM, sudah tidak ada yang asli Indonesia. Ada yang sempat katakan 'kalah', ada juga yang katakan 'under attack'," ungkapnya.
Semua perubahan berawal dari pemimpin, maka itu disini berupaya membuka mata rakyat, mencerahkan, dan berupaya mencerdaskan rakyat yang memiliki hak pilih. "Agar jangan sampai Indonesia yang merupakan negara demokrasi terbesar ketiga, namun masih mengenal 'wanipiro' , bahkan ada satu desa dimana membuka, 'Di tempat ini menerima serangan fajar'," imbuhnya.
Harapan kedepan dalam menjelang menghadapi pemilihan calon pemimpin bangsa dan negara, menurut Djoko Santoso bahwa, pemimpin yang terutama religius, patriotik rela berkorban demi rakyat, adil, jujur, berbudaya, beradab, dan manusiawi.
"Ucapan, perilaku, harus sesuai dengan yang tertanam di dalam dirinya. Pemimpin yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasilais. Inilah gerakan yang kita harapkan untuk ke depan," jelas Djoko Santoso.
"Biasanya saya menjadi pembina, namun untuk yang satu ini akan langsung jadi Pemimpin. Dan diharapkan akhir September akan diputuskan, saat ini fokus untuk DKI Jakarta dahulu, dimana dibentuk komandannya Pak Prijanto. Kemudian dibentuk Merauke dan paling ujungnya Sabang," pungkasnya.(bh/mnd) |