ALOR, Berita HUKUM - Ancaman kekerasan oleh oknum aparat kepolisian terhadap jurnalis kembali terjadi. Kali ini menimpa jurnalis Daily Klik, Markus Kari. Sejumlah personil Polres Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga melakukan intimidasi dan ancaman verbal terhadap Markus Kari usai merekam aksi penangkapan dan pemukulan oleh dua orang oknum berseragam polisi terhadap sejumlah pengemudi sepeda motor racing yang terjaring razia, tepatnya di perempatan Jalan RA Kartini, Kalabahi, Alor NTT, Rabu (30/9) sekitar pukul 8 malam waktu setempat.
Saat tengah asik merekam kejadian itu, tiba-tiba datang belasan personil Polres Alor menghampiri Markus dan mengintimidasi serta berupaya mengambil paksa telepon genggam milik Markus. Sontak Markus menolak smartphone miliknya ketika hendak diambil paksa oleh oknum petugas polisi, sambil berteriak dan menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang jurnalis Daily Klik. "Saya jurnalis Daily dan jangan mendekati saya karena situasi harus menjalani protokol kesehatan," teriak Markus Kari saat diamankan polisi dan disaksikan oleh sejumlah aktivis dan rekan-rekan korban.
Menurut penuturan rekan-rekan Markus, puluhan aparat keamanan berusaha menarik Markus dan mengintimidasinya di lokasi simpang Galau pintu masuk-keluar pengunjung expo, dan membawanya ke kantor polisi.
"Saat berada di Pos penjagaan Polres Alor salah seorang polisi yang saya lihat jelas namanya Priyadi dan personil lainnya menanyakan kepada saya apa tujuan saya merekam kejadian tersebut. Lalu seorang personil mengambil handphone saya, yang katanya ingin menunjukan video yang direkam ke Kapolres Alor," urai Markus Kari kepada redaksi Daily Klik usai keluar dari Mapolres Alor.
Ketika diamankan di Polres Alor, Markus menerangkan dirinya sempat diintimidasi dan diancam dengan nada tinggi oleh oknum petugas polisi.
"Kamu mau cari uang lewat rekaman video ini ya?" kata Markus meniru ucapan seorang petugas kepolisian. Markus pun menjelaskan kepada personil polisi itu bahwa dirinya hanya menjalankan tugas sebagai jurnalis untuk meliput dan merekam ketika ada peristiwa yang sedang terjadi, dan selama ini hubungan kemitraan dengan pihak polres selalu baik karena telah beberapa kali mewawancarai langsung Kapolres Alor terkait pemberitaan kinerja kepolisian.
Markus juga mengaku heran ketika dirinya tidak diizinkan menggunakan handphone miliknya untuk menghubungi pimpinan redaksi Daily Klik terkait tindakan kepolisian yang merampas dan menghapus hasil liputan peristiwa pemukulan oknum aparat kepolisian terhadap anggota masyarakat yang terkena razia.
Kepada rekan-rekan wartawan, Markus mengaku mengalami tekanan psikologis akibat intimidasi dan tekanan yang dialaminya saat diamankan oleh tiga orang polisi ke Mapolres Alor.
Menangapi peritiwa ini, Ketua Dewan Pers Indonesia yang juga menjabat Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia, Hence Mandagi mengecam tindakan oknum aparat kepolisian yang melakukan tindakan intimidasi dan ancaman verbal terhadap jurnalis Daily Klik Markus Kari saat sedang meliput aksi kekerasan yang diduga dilakukan oleh dua oknum aparat polisi terhadap anggota masyarakat yang terjaring razia kendaraan bermotor.
Mandagi menegaskan, tindakan oknum polisi yang menghapus bukti rekaman hasil liputan jurnalis Daily Klik Markus adalah bentuk penyensoran. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
Apa yang dilakukan oleh oknum polisi itu, menurut Mandagi, adalah merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 18 Aayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. "Pelaku yang menghalagi peliputan dan menghapus rekaman hasil liputan jurnalis Daily Klik sama saja dengan melakukan penyensoran sehingga bisa terkena ancaman pidana penjara dua tahun atau denda lima ratus juta rupiah, tapi syaratnya wartawan yang menjadi korban harus melapor," terangnya.
Selama ini proses hukum bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan, lanjut Mandagi, hanya berujung damai setelah pelaku meminta maaf sehingga pasal pidana UU Pers tidak pernah diterapkan untuk menimbulkan efek jera bagi siapapun yang melakukan kekerasan atau ancaman dan pelarangan peliputan kepada wartawan.
Desak Kapolres Alor Bertanggungjawab
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Daily Klik Devis Karmoy, telah meminta Markus Kari untuk melaporkan peristiwa pengancaman, intimidasi dan penghapusan karya jurnalistik wartawannya ke Propam Polres Alor.
"Tindakan personil Polres Alor tersebut jelas telah mengkhianati serta melanggar Pasal 4 poin ke 1, 2, 3 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 tentang Pers," tegas Devis karmoy.
Devis juga meminta Kapolres Alor untuk menghukum anggotanya sesuai peraturan yang berlaku di lingkungan Kepolisian serta memberikan sanksi pidana kepada oknum personil Polres Alor yang menghapus rekaman foto dan video jurnalisnya.
"Jurnalis kami bekerja dilindungi Undang-Undang dan taat Etika. Untuk itu Kapolres Alor harus bertanggungjawab atas penghapusan dokumentasi karya jurnalis kami," pintanya.
Pemimpin redaksi Daily Klik juga akan mengadukan penghapusan karya jurnalistik milik jurnalisnya ke Divisi Propam Mabes Polri untuk mengusut pelakunya di Polres Alor.
Terkait peristiwa intimidasi dan penghapusan karya jurnalistik yang dilakukan oknum personil Polres Alor, Devis juga mengaku telah melakukan upaya konfirmasi kepada Kapolres Alor Kapolres AKBP Agustinus Christmas Tri Suryanto pada Rabu (30/9) malam melalui pesan dan telepon WhatsApp, namun belum terkonfirmasi.(bh/hgm)
|