Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pemilu    
Pilkada
Dianggap Tidak Memenuhi Syarat, Perpu Pilkada Langsung Digugat
Friday 14 Nov 2014 11:22:32
 

(Ki-Ka) Yanda Zaihifni, Heriyanto dan Ramdansyah selaku Pemohon saat menyampaikan dalil-dalil permohonan dalam Sidang Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Rabu (12/11) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.(Foto: Humas/Ganie)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana tujuh perkara pengujian peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Pasal 40 ayat (1), Pasal 40 ayat (3), Pasal 157 ayat (1), Pasal 168 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d, dan Pasal 168 ayat (2) huruf c.

Dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua MK Arief Hidayat, salah satu Pemohon, yakni pemohon perkara nomor 119/PUU-XII/2014, Heriyanto mengatakan alasan menguji materi Perpu tersebut, yakni secara filosofis, presiden telah gagal mengeluarkan Perpu karena presiden adalah Ketua Umum Partai Demokrat yang ketika itu menjadi partai penguasa di DPR. “Seharusnya secara legal policy bisa membuat kreativitas untuk menggolkan Undang-Undang Pemilihan Kada secara langsung,” ujarnya di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (12/11).

Lebih lanjut, Pemohon mengatakan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 ini, mematikan dan menghidupkan kembali hak calon perseorangan. Hal tersebut terkait dengan legal policy yang dimiliki presiden dan DPR telah mematikan dan menghidupkan putusan MK secara sewenang-wenang. Pasalnya, MK melalui Putusan Nomor 5/PUU-V/2007 telah menghidupkan calon perseorangan. “Jadi, calon perseorangan di dalam pemilihan kepala daerah tidak hidup dari legal policy, tetapi dari putusan MK,” jelasnya.

Terkait dengan itu, Presiden menandatangani UU 22/ 2014 yang secara otomatis mematikan hak calon perseorangan, kemudian menghidupkan kembali melalui di dalam Perpu. “Ketika presiden menandatangani UU 22/2014, presiden telah menjadi malaikat pencabut nyawa dari hak-hak konstitusional yang lahir dari putusan MK, sedangkan ketika presiden menerbitkan Perpu, seakan-akan presiden adalah Sinterklas yang memberikan hadiah atas kekisruhan di tengah masyarakat karena pemilihan oleh DPRD,” ungkapnya.

Pilkada di DPRD Sudah Tepat

Kedua, pembentukan Perpu dinilai cacat formil karena tidak memenuhi tiga alasan untuk presiden mengeluarkan Perpu. Pertama, kebutuhan mendesak, kedua, undang-undang yang dibutuhkan belum ada, dan ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang.

Sedangkan pemohon perkara Nomor 118/PUU-XII/2014, Victor Santoso Tandiasa sebagai perwakilan dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi mengatakan permohonannya mengacu pada Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 mengenai kewenangan MK dalam menangani sengketa Pilkada. “Di situ Mahkamah Konstitusi secara tegas mengatakan bahwa Pilkada bukan rezim Pemilu, oleh karenanya MK tidak berwenang menangani sengketa Pilkada,” ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, Pemohon menilai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 yang mengamanatkan bahwa Pilkada diselenggarakan melalui mekanisme perwakilan di DPRD sudah tepat karena telah membedakan antara rezim Pilkada dengan rezim Pemilu. Namun, Perpu yang dikeluarkan menyatakan penyelenggaraan Pilkada dalam Perpu menggunakan Komisi Pemilihan Umum. Padahal, pemohon menilai KPU diatur oleh konstitusi sebagai lembaga independen yang menyelenggarakan Pemilu yang lima tahun sekali, yakni Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden, dan DPRD.

“Artinya secara limitatif, konstitusi sudah mengatur bahwa KPU hanya untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang diselenggarakan secara lima tahun sekali dengan hanya untuk menyelenggarakan DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden, bukan kepala daerah,” tegasnya.

Mengacu kepada aturan norma hierarki di bawah dari konstitusi, saat DPR mengesahkan UU 22/2014 tentang Pilkada, dalam Pasal 70 dinyatakan bahwa saat undang-undang itu berlaku, segala pengaturan tentang pemilihan kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 15 Tahun 2011 telah dinyatakan dicabut.

Kendati undang-undang tersebut dicabut oleh perpu, namun Pemohon menilai aturan yang sudah dicabut tidak dapat dihidupkan kembali walaupun aturan yang mencabut itu dicabut oleh aturan yang lain. “Nah, kami menganggap bahwa ketika pengaturan Pilkada sudah dicabut dalam Undang-Undang Pemilu, di situ kemudian sudah semakin menjelaskan bahwa Pilkada bukan rezim Pemilu. Artinya KPU tidak berwenang untuk menangani menyelenggarakan Pemilu,” jelasnya.

Oleh karena itu, Pemohon menganggap pemberlakuan perpu dipaksakan, dan berpotensi menimbulkan polemik di masyarakat untuk mempertanyakan legitimasi penyelenggaraan Pilkada oleh KPU secara konstitusionalitas norma. “Nah, ini yang kemudian menjadi kekhawatiran kami ke depan dari forum kajian hukum dan konstitusi,” ujarnya.(Lulu Hanifah/mh/mk/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > Pilkada
 
  Pramono Anung-Rano Karno Menangi Pilkada Jakarta 2024
  Tanggapi Pernyataan Jokowi, Mahfud: Enggak Biasa...
  Peneliti: 57 Calon Dinasti Politik Menang Pilkada 2020
  Komisi II Apresiasi Tingginya Partisipasi Pemilih Kepri pada Pilkada Serentak 2020
  Calon Tunggal Pilkada Kutai Kartanegara Hadapi Gugatan di MK, Warga Harapkan Keadilan
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2