*Cegah tindak pidana yang makin marak menimpa penumpang
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Maraknya kasus kejahatan di dalam angkutan umum belakangan ini, membuat Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta makin memperketat pengawasan terhadap angkutan umum. Dishub juga mewajibkan operator angkutan umum agar memenuhi tiga syarat, yaitu sarana yang memadai, prasarana, dan manajemen sumber daya manusia. Diharapkan, dengan ketiga syarat tersebut bisa menekan angka kecelakaan dan kriminalitas dalam angkutan umum.
“Angkutan umum harus memenuhi tiga hal, yaitu perbaikan sarana, prasarana, dan manajemen sumber daya manusia. Ketiga syarat tersebut harus dipenuhi, agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan," kata Udar Pristono, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, usai menghadiri peringatan Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) di Jakarta, Sabtu (17/9).
Dijelaskannya, pada unsur sarana, misalnya angkutan umum bisa meniru Kopaja yang dilengkapi dengan AC dan pintu otomatis, sehingga penumpang tidak bisa keluar masuk sembarangan, serta orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Selanjutnya, prasarana, seperti menyediakan pool atau pangkalan yang terdapat ruang kesehatan untuk sopir dan ruang pemeriksaan administrasi yang dilengkapi bengkel. "Jadi sopirnya sendiri diperiksa kesehatannya, identitasnya, juga termasuk perilakunya. Kendaraannya diperiksa juga kelaikannya," ujarnya , seperti dikutip beritajakarta.com.
Ketiga, manajemen sumber daya manusianya, di mana sopir diberikan pelatihan dan pembinaan untuk mencegah kriminalitas, serta sistem gaji bukan berdasarkan setoran. Dengan begitu, sopir tidak tergesa-gesa mengejar setoran. "Kalau ketiga hal tersebut dilaksanakan dengan baik oleh operator angkutan umum, mudah-mudahan tidak mengalami kecelakaan maupun ada tindakan kriminalitas," katanya.
Menurut Pristono, kondisi angkutan umum saat ini khususnya kendaraan kecil, kebanyakan tidak memiliki pool atau pangkalan. Mereka berangkat dari garasinya masing-masing dan tidak ada pengawasan. "Kalau kita lihat Dinas Perhubungan itu mengawasi di sisi hilir, jadi kalau mereka sudah jalan kita periksa. Tapi alangkah baiknya kalau di sisi hulu itu diperiksa. Jadi di sini dituntut tanggung jawab operator. Kalau mereka melanggar aturan, nanti akan terkena hukuman di lapangan," ucapnya.
Punya Pangkalan
Dinas Perhubungan bersama Organda, lanjut Pristono, tentunya akan berkoordinasi lebih intensif lagi mengenai cara angkutan umum memiliki pool atau pangkalan. "Jadi manajemennya jangan individual, tetapi harus kolektif. Kami lihat banyak operator angkutan umum yang sudah berbenah diri, antara lain Kopaja yang memiliki tiga hal tersebut," tutur Pristono.
Untuk pengawasan hilir, Dishub bersama kepolisian telah mengimbau kepada angkutan umum agar kaca film tidak digunakan lagi. "Memang kaca film mempunyai manfaat seperti menahan terik matahari dan untuk membuat penumpang nyaman, tetapi itu tidak boleh lebih dari 60 persen. Khusus angkutan umum diimbau kacanya bening saja, agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan," jelasnya.
Mengenai seragam dan kartu identitas (id card) yang harus dimiliki sopir, ia menilai itu merupakan upaya peningkatan manajemen angkutan umum. "Penumpang pun bisa melihat itu sopir sesungguhnya apa bukan. Jadi saat ini banyak sopir tembak yang tidak menggunakan kartu identitas, dan sekarang akan dicegah, tetapi untuk memperbaiki angkutan umum itu tidak cukup menggunakan kartu identitas saja, tetapi harus secara keseluruhan," jelasnya.
Dirjen Perhubungan Darat, Suroyo Alimoeso, menambahkan semua pihak yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan transportasi, baik regulator maupun operator agar benar-benar memperhatikan dan menempatkan masalah keselamatan penumpang. "Sebagai regulator, kita harus mampu mengawasi seluruh regulasi atau aturan transportasi yang telah dibuat dan dijalankan oleh operator. Bagi operator dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang terbaik dengan tetap berpedoman pada regulasi yang ada," tandasnya.(bjc/wmr)
|